TEORI-TEORI ADMINISTRASI PUBLIK KLASIK
Teori adalah suatu representasi yang disederhanakan mengenai suatu bagian terbatas dari realitas (Pawar, 2009:1). Berdasarkan batasan ini, teori adalah usaha untuk menyediakan suatu representasi. Representasi digunakan untuk memberikan suatu gambaran yang tertata tentang beberapa fenomena di dunia nyata, sedemikian rupa sehingga kompleksitas dari fenomena riil direduksi di dalam representasi tersebut. Teori hanya merepresentasikan suatu bagian dari fenomena dunia riil sehingga teori mempunyai ruanglingkup dan kondisi-kondisi yang membatasi. Definisi ini dipilih untuk mengakomodasi teori-teori deskriptif maupun teori-teori normatif.
Terdapat beragam cara yang digunakan oleh para analis dalam mengelompokkan teori administrasi publik klasik. Shafritz & Ott (1987:21) mengemukakan bahwa teori klasik adalah teori pertama di bidangnya, dianggap tradisional, dan terus menjadi basis di mana teori-teori berikutnya dibangun. Oleh karena itu, esensi pemahaman tentang teori klasik bukan saja karena kepentingan historisnya tetapi, yang paling penting adalah, karena asumsi dari analisis dan teori-teori berikutnya bersandar pada teori-teori klasik tersebut.
Cara pendekatan yang banyak digunakan untuk menentukan yang mana teori klasik itu adalah pendekatan berdasarkan priode waktu. Batasan periode waktu teori klasik menurut beberapa analis adalah sebagai berikut:
1) Shafritz & Ott (1987:5), terutama di tahun 1920-an sampai 1930-an.
2) Robbins & Barnwell (2002:38), tahun 1900-an sampai 1930-an.
3) Mary Jo Hatch (2006:6) menggunakan istilah “pre-history” dan memberi batasan waktu tahun 1900-an sampai 1950-an.
4) Denhardt & Denhardt (2003:5), sebelum munculnya New Public Manajemen di tahun 1990.
Berdasarkan pendapat di atas, para analis pada umumnya memiliki kesamaan pendapat tentang periode waktu mulainya teori klasik, yaitu tahun 1900-an. Tetapi para analis berbeda pendapat dalam hal periode akhir dominasi teori administrasi publik Sebagian menyebut tahun 1930-an, sebagian lain tahun 1950-an, dan ada yang menyebut tahun 1990. Penulis mengikuti pendapatShafritz & Ott (1987:5) serta Robbins & Barnwell (2002:38) bahwa akhir dominasi teori klasik adalah tahun 1930-an. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa teori administrasi publik klasik adalah teori administrasi publik periode 1900-an sampai 1930-an.
Seperti yang telah penulis kemukakan, literatur administrasi publik klasik berkembang lebih dahulu di Eropa, kemudian menyusul di Amerika Serikat. Di Eropa, administrasi publik cenderung dipandang sebagai prinsip teknis. Cara pandang seperti ini mengarah pada pendirian bahwa sekali kita menemukan prinsip-prinsip administrasi maka prinsip-prinsip itu mempunyai daya terap universal. Para teoritisi administrasi publik klasik di Eropa cenderung memusatkan perhatiannya untuk merumuskan prinsip-prinsip umum, kerangka teori umum, atau tipologi.
Di Amerika Serikat, para teoritisi klasik cenderung memandang administrasi publik klasik sebagai sarana. Studi administrasi publik merupakan evolusi dari suatu disiplin yang terpisah berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan publik. Teori administrasi publik klasik cenderung melihat administrasi sebagai “sarana” untuk melaksanakan tujuan atau ekspresi kehendak negara. Dalam kedudukan sebagai sarana, administrasi terutama mencakup metode dan organisasi pemerintah. Teori-teori administrasi publik klasik versi Amerika mengakui bahwa administrasi publik tidak eksis di dalam suatu kevakuman. Administrasi publik adalah suatu sarana untuk meletakkan kebijakan-kebijakan publik ke dalam suatu efek, untuk melaksanakan tujuan-tujuan atau ekspresi kehendak negara. Konsekuensinya adalah bahwa personalia, metode dan organisasi pemerintah harus didesain mengikuti kondisi sistem politik dan budaya di masing-masing negara. Hal ini telah ditunjukkan misalnya dalam uraian Wilson tentang Amerikanisasi, atau dalam uraian Goodnow tentang pencarian sistem administrasi yang responsif terhadap opini publik.
Untuk mendukung argument tersebut, penulis mengidentifikasi lima kontributor teori administrasi publik klasik yang sering didiskusikan dalam literatur, yaitu: Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Max Weber, Henri Fayol, dan Luther Gulick. Kontribusi teorinya akan diuraikan di bawah.
1. Woodrow Wilson (Studi Administrasi)
Wilson adalah guru besar di bidang ilmu politik pada Wesleyan University di Connecticut,dan kemudian pindah ke Princeton University (Duignan, 2010:226). Essay Wilson "The Study of Administration" menandai usaha pertama di Amerika Serikat tentang penggambaran secara sistematik mengenai ruang lingkup dan makna dari bidang ilmu administrasi publik. Teori Wilsonmerupakan suatu reduksi yang tertata tentang fenomena personalia, organisasi dan metode pemerintah di Amerika Serikat. Teori Wilson dibatasi terutama oleh kondisi-kondisi Amerika Serikat.
Wilson mengemukakan bahwa pergerakan mutakhir yang disebut reformasi pelayanan sipil harus diperluas kepada usaha-usaha untuk mereformasi kepegawaian, organisasi, dan metode dari kantor-kantor pemerintah. Usaha ke arah ini memerlukan ilmu praktis administrasi, hanya ilmu praktis administrasi yang dapat memberikan cahaya pencerahan. Untuk maksud tersebut Wilson menganjurkan pembentukan studi administrasi (Wilson, 1887:197).
Menurut Wilson, administrasi adalah bagian yang paling nyata dari pemerintah, administrasi adalah pemerintah dalam tindakan, administrasi adalah bagian eksekutif, operatif, bagian paling jelas dari pemerintah (Wilson, 1887:197). Tugas-tugas administrasi yang selama ini dipelajari dengan tekun dan sistematis memerlukan penyesuaian terhadap standar-standar kebijakan yang telah teruji secara cermat. Adalah lebih sulit menjalankan konstitusi daripada membuatnya(Wilson, 1887:200).
Bidang administrasi, menurut Wilson, adalah suatu bidang bisnis. Administrasi terpisah dari politik yang cepat dan keras, administrasi dalam banyak hal terpisah dari studi konstitusi yang landasannya dapat diperdebatkan. Administrasi terletak di luar bidang politik. Masalah-masalah administrasi bukanlah masalah-masalah politik. Meskipun politik meletakkan tugas-tugas untuk administrasi, namun administrasi tidak harus dikorbankan untuk manipulasi jabatan-jabatannya (Wilson, 1887:210).
Untuk mencapai efisiensi, studi administrasi harus menemukan tatanan-tatanan sederhana yang dengan itu tanggung jawab dapat diletakkan di atas pundak para pejabat secara benar; studi administrasi harus menemukan cara terbaik dalam membagi otoritas tanpa menghambatnya, dan membagi tanggung jawab tanpa menggelapkannya. Menemukan prinsip terbaik untuk distribusi otoritas, menurut Wilson, adalah kepentingan terbesar dalam suatu system demokratik di mana para pejabat melayani banyak penguasa (Wilson, 1887:213).
Wilson juga menjelaskan tentang adaptasi pendekatan-pendekatan administrasi publik terhadap kondisi politik dan budaya setempat. Untuk maksud tersebut Wilson menggunakan konsep Amerikanisasi (Wilson, 1887:201-203). Wilson menyatakan bahwa untuk menjawab tujuan-tujuan pemerintah Amerika Serikat, Pendekatan-pendekatan administrasi publik Eropa harus di-Amerikanisasi. Ilmu administrasi harus diadaptasi untuk negara yang kompleks, multibentuk serta desentralistik. Ilmu administrasi yang cocok untuk Amerika Serikat harus mencamkan konstitusi Amerika, harus mengeluarkan demam birokrasi dari pembuluh darahnya (Wilson, 1887:202). Aparat publik harus sensitif terhadap terhadap opini publik (Wilson, 1887:217). Administrasi publik juga harus mampu mengkombinasikan kebebasan dengan bantun yang bermanfaat. Administrasi publik harus mampu menyediakan kemungkinan kehidupan terbaik bagi organisasi federal, bagi system di dalam system. Administrasi membuat pemerintah kecamatan, kota, provinsi, negara bagian, dan federal hidup dengan kekuatan yang setara, saling tergantung, dan kooperatif (Wilson, 1887:220).
2. Frank J. Goodnow (Dikotomi Politik-Administrasi)
Teori Goodnow merupakan literatur klasik kedua mengenai studi administrasi publik. Goodnow adalah guru besar hokum administrasi pada Columbia University. Goodnow melihat bahwa system formal pemerintah di Amerika Serikat yang ditetapkan dalam hukum dan peraturan tidak selalu sama dengan system aktual. Kesenjangan ini, menurut Goodnow, harus diperbaiki, perubahan-perubahan dalam system formal harus dilakukan agar selaras dengan system aktual. Untuk maksud tersebut Goodnow memformulasi teori tentang dikotomi politik-administrasi.
Menurut Goodnow, seluruh tindakan Negara beserta organ-organnya dapat dibagi menjadi dua fungsi yang berbeda, yaitu politik dan administrasi. Politik bertalian dengan kebijakan-kebijakan atau ekspresi dari kehendak negara. Administrasi bertalian dengan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan tersebut (Goodnow, 1900:20).
Menurut Goodnow, fungsi administrasi mencakup dua bentuk, yaitu: (a) administrasi peradilan, dan (b) administrasi pemerintah. Fungsi administrasi peradilan mencakup interpretasi kehendak negara. Fungsi ini dijalankan oleh otoritas judisial yang sedikit banyak independen dari pembuat undang-undang (Goodnow, 1900:41). Fungsi administrasi pemerintah mencakup beberapa elemen, yaitu: (a) pemilihan legislator, (b) penunjukan hakim, (c) penunjukan petugas/pejabat, (d) pekerjaan perstatistikan, (e) pembentukan, perlindungan dan pengembangan organisasi pemerintah, dan (f) penegakan hukum (Goodnow, 1900:43-44).
Di antara fungsi administrasi peradilan dan administrasi pemerintah terdapat fungsi minor yang bersifat kuasi-yudisial. Misalnya: kehendak negara berkenaan dengan pajak atas suatu properti tertentu, atau jenis bangunan yang harus dibangun dalam suatu cara spesifik. dipercayakan kepada para pejabat yang lebih berkarakter administrasi. Menurut Goodnow, fungsi kuasi-yudisial ini harus ditampilkan oleh otoritas yang berkarakter administrasi sebab kinerja seperti ini mensyaratkan pengetahuan teknis yang banyak (Goodnow, 1900:43).
Menurut Goodnow, untuk menjamin pelaksanaan yang paling efisien dari kehendak negara maka fungsi administrasi pemerintah yang tunduk pada kontrol politik. Tetapi, yang tunduk pada kontrol politik hanyalah fungsi pelaksanaan peraturan dan hukum atau yang dapat disebut sebagai fungsi eksekutif, fungsi kuasi-judisial, fungsi perstatistikan, dan fungsi pembentukan, perlindungan, dan pengembangan organisasi pemerintah. Fungsi administrasi peradilan tidak tunduk pada kontrol politik (Goodnow, 1900:44).
Goodnow juga mengemukakan bahwa untuk kepentingan pengawalan terhadap pemerintahan yang responsibel dan administrasi yang efisien, Amerika Serikat membutuhkan system administrasi yang sentralistik dan system partai yang responsibel. Dengan sistem administrasi yang sentralistik ini kerja partai dilimpahkan kepada pemerintah sehingga cenderung membuat pemerintah lebih responsibel, serta memungkinkan untuk membebaskan sejumlah besar pejabat dari kontrol politik (Goodnow, 1900:121). Tetapi, perubahan di dalam system administrasi semata-mata bukanlah jaminan bagi pemerintahan popular yang bertanggungjawab serta administrasi yang efisien. Administrasi yang sentralistik tanpa partai yang bertanggungjawab tidak akan menjamin efisiensi administrasi. Administrasi yang sentralistik dan system partai yang lemah, ataupun administrasi yang desentralistik dan system partai yang kuat namun tidak responsibel, sebagaimana yang pernah berlangsung di Perancis, Italia, dan di Amerika Serikat sendiri, terbukti tidak menghasilkan pemerintahan popular yang bertanggung jawab serta administrasi yang efisien (Goodnow, 1900:121).
3. Max Weber: Tipe Ideal Birokrasi
Weber adalah seorang sosiolog yang memberikan perhatian terhadap bidang politik. Weber adalah intelektual politik yang selalu menulis dari sudut pandang politisi (Henderson & Parsons, 1947:32). Kontribusi paling penting dari Weber kepada ilmu administrasi publik klasik adalah teori tentang tipe ideal birokrasi.
Tipe ideal birokrasi muncul dalam uraian Weber tentang rasionalisasi hubungan otoritas (kewenangan). Berdasarkan asumsinya bahwa otoritas adalah basis dari seluruh salinghubungan di dalam organisasi, Weber memelopori suatu alur ke arah pemahaman bagaimana otoritasdilegitimasi sebagai suatu system keyakinan. Menurut Weber, organisasi modern efisien karena pimpinannya berbasis otoritas legal rasional. Otoritas legal-rasional berlandaskan seperangkat peraturan abstrak yang dipandang sah, dan dari peraturan yang abstrak itu timbul kekuasaan(Henderson & Parsons, 1947:328). Ketika otoritas legal-rasional ini melibatkan staf administratif yang terorganisir maka ia mengambil bentuk struktur birokrasi. Birokrasi adalah tipe ideal dariofficialdom (kepegawaian) (Henderson & Parsons, 1947:338).
Selanjutnya Weber menguraikan prinsip-prinsip fundamental dari otoritas legal rasional sebagai berikut:
a) Pengorganisasian fungsi jabatan yang kontinyu dan ditetapkan dengan peraturan;
b) Bidang kompetensi khusus yang meliputi kewajiban, otoritas, dan sarana paksaan;
c) Susunan jabatan yang mengikuti prinsip hirarki;
d) Peraturan dan norma teknis untuk pelaksanaan jabatan;
e) Pemisahan hak pribadi dari milik organisasi;
f) Tidak ada pemberian yang terkait dengan posisi jabatan; dan
g) Tindakan, keputusan dan peraturan tertulis (Henderson & Parsons, 1947:330-332).
Selain menguraikan kategori-kategori fundamental otoritas legal rasional, Weber juga merinci tentang kriteria tugas dan fungsi staf administratif yang mencakup 10 prinsip berikut:
a) Pegawai taat pada otoritas hanya berkenaan dengan kewajiban jabatan;
b) Pegawai diorganisir dalam jabatan yang hirarkis;
c) Setiap jabatan memiliki kompetensi;
d) Pengisian jabatan melalui sistem kontraktual;
e) Calon pejabat diseleksi menurut kualifikasi teknis;
f) Pegawai digaji secara tetap dan untuk sebagian besar dengan suatu hak pensiun;
g) Jabatan diperlakukan sebagai jejak kerja, setidaknya sebagai lapangan kerja primer;
h) Jabatan membentuk sistem karir;
i) Kegiatan pejabat terpisah mutlak dari pemilikan sarana administratif dan tanpa menarik keuntungan pribadi dari posisinya; dan
j) Pegawai tunduk pada disiplin dan kontrol dalam tingkah laku jabatan (Henderson & Parsons, 1947:333-334).
Teori birokrasi Weber menjelaskan efisiensi organisasi birokratik dengan menggunakan konsep otoritas legal rasional dan kriteria tugas dan fungsi staf administratif. Konsep otoritas legal rasional dijabarkan ke dalam tujuh prinsip, sedangkan kriteria tugas dan fungsi staf administratif dijabarkan ke dalam 10 prinsip yang merupakan tipe ideal. Tipe ideal birokrasi Weber diklaim sebagai teori administrasi publik karena organisasi publik, yang merupakan lokus administrasi publik, adalah bagian dari struktur sosial atau organisasi sosial. Sebagaimana ditegaskan oleh Parsons (dalam Shafritz & Ott, 1987:132) bahwa setiap organisasi formal dapat dianalisis sebagai bagian dari system sosial. Selain itu, kepegawaian publik di semua negara diorganisir berdasarkan prinsip birokrasi. Birokrasi ada di dalam aparatur administratif semua pemerintahan (von Mises, 2007:12).
4. Henri Fayol (Prinsip-prinsip dan Metode-metode Administrasi)
Fayol terkenal sebagai bapak ilmu administrasi, karena fokus perhatiannya pada prinsip-prinsip dan metode-metode administrasi untuk mewujudkan efektivitas manajerial. Teorinya dimuat dalam tulisannya berjudul General and Industrial Management yang terbit pada tahun 1916 (Shafritz & Ott, 1987:51-66; Tompkins, 2005:97).
Teori Fayol diklaim sebagai teori administrasi publik klasik terutama karena prinsip-prinsip dan metode administrasi yang diformulasikannya dianggap berdaya terap untuk seluruh bentuk organisasi administratif, sedangkan organisasi publik pada umumnya adalah organisasi administratif. Sebagaimana ditegaskan oleh Fayol, prinsip merupakan kebenaran universal yang menyediakan tuntunan kepada para manajer di dalam semua bentuk organisasi. Prinsip-prinsip tersebut fleksibel dan dapat diadaptasi kepada setiap kebutuhan, tinggal bagaimana menggunakannya dan hal ini merupakan suatu kiat yang sulit yang membutuhkan inteligensi, pengalaman, keputusan, dan proporsi (Tompkins, 2005:97).
Menurut Fayol (Shafritz & Ott, 1987:51-66), manajemen hanyalah salah satu dari enam komponen governance. Para administrator yang mengikuti prinsip-prinsip administrasi dan menggunakan metode-metode yang tepat akan mencapai sukses yang lebih besar dibandingkan yang tidak mengikutinya. Untuk maksud tersebut, Fayol mengidentifikasi 14 prinsip untuk membantu efektivitas manajerial, sebagai berikut:
1) Pembagian kerja
2) Otoritas dan responsibilitas
3) Disiplin
4) Kesatuan komando
5) Kesatuan arah
6) Subordinasi kepentingan individu terhadap kepentingan umum
7) Remunerasi personil
8) Sentralisasi
9) Rantai skalar
10) Tatanan (order)
11) Ekuitas
12) Stabilitas masa kerja
13) Inisiatif
14) Esprit de corps.
Selanjutnya, Fayol menyatakan bahwa manajer puncak harus mengembangkan perangkat administratif untuk implementasi prinsip-prinsip tersebut. Perangkat administratif ini terdiri atas metode-metode yang menjamin organisasi pada jalurnya dan memfasilitasi perbaikan-perbaikan administratif. Metode-metode dimaksud adalah: survei, rencana aksi, laporan statistik, rekaman hasil pertemuan (minutes), dan bagan organisasi (Shafritz & Ott, 1987:51-66).
5. Luther H. Gulick (Koordinasi Melalui Struktur Organisasi)
Selain sebagai guru besar ilmu administrasi pada Columbia University, Gulick juga adalah anggota Komite Brownlow untuk Manajemen Administratif yang dibentuk oleh Presiden Franklin Delano Roosevelt. Komite tersebut menaruh perhatian pada restrukturisasi eksekutif. Gulik mengakui bahwa pemerintah menghadapi masalah desain organisasi. Pemerintah harus bertanggung untuk melaksanakan banyak tugas yang kompleks, setiap departemen pemerintah menghasilkan barang dan jasa yang berbeda-beda. Berdasarkan alasan tersebut, setiap departemen pemerintah harus diperlakukan sebagai unit yang independen dan otonom di dalam sebuah sistem organisasi yang besar.
Untuk menjelaskan fenomena tersebut Gulik mengemukakan teori tentang koordinasi melalui desain organisasi. Pandangan teoritiknya ditulis dalam kertas kerja yang berjudul Papers on the Science of Administration yang disuntingnya bersama Lyndall Urwick dan diterbitkan tahun 1937 (Shafritz & Ott, 1987:87-97; Tompkins, 2005:108). Gulik memfokuskan analisisnya pada cara di mana koordinasi dapat dicapai melalui prinsip fungsional dan prinsip skalar.
Menurut Gulik, organisasi sebagai suatu cara koordinasi membutuhkan pengembangan suatu sistem otoritas di mana maksud atau tujuan utama dari suatu usaha publik diterjemahkan ke dalam realitas melalui kombinasi usaha dari sejumlah spesialis, masing-masing mengerjakan bidangnya sendiri pada tempat dan waktu yang tertentu. Prinsip fungsional menurut Gulik merupakan bagian dari proses departementalisasi yang mencakup tiga langkah: identifikasi tugas dasar, penunjukan direktur untuk mengawasi apakah tugas telah dilaksanakan, dan menentukan jumlah dan sifat unit-unit kerja untuk keperluan pembagian tugas. Agensi-agensi pemerintah dapat didepartementalisasi berdasarkan tujuan, proses, person, dan tempat. Selanjutnya, prinsip skalar merefleksikan langkah keempat atau setelah departementalisasi. Prinsip skalar tercermin dari bagan organisasi yang menggambarkan rentang kendali setiap manajer dan mengindikasikan siapa melapor ke siapa di dalam hirarki organisasi. Prinsip skalar ini mencerminkan pengembangan serta penyempurnaan struktur otoritas di antara direktur dengan sub-sub divisi(Tompkins, 2005:109-111).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar