Pengertian Pembangunan dan Data Statistik
Oleh: Pintawati Putri Pertiwi
1. Pengertian Pembangunan
- Proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994)
- Pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan (Deddy T. Tikson 2005)
- Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building) (Siagian 1994).
- Pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005)
- Suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana (Ginanjar Kartasasmita 1994).
2.Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan sasaran :
a. Meningkatkan persediaan dan pemerataan kebutuhan pokok masyarakat
b. Meningkatkan taraf hidup dengan cara meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, pemerataan pendidikan, nilai-nilai budaya, dll.
c. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial dengan membebaskan perbudakan, ketergantungan dan penderitaan
b. Meningkatkan taraf hidup dengan cara meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, pemerataan pendidikan, nilai-nilai budaya, dll.
c. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial dengan membebaskan perbudakan, ketergantungan dan penderitaan
3. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi
NO
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
Pembangunan Ekonomi
|
| 1 | Merupakan proses naiknya produk per kapita dalam jangka panjang. | Merupakan proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan termasuk usaha meningkatkan produk per kapita |
| 2 | Tidak memperhatikan pemerataan pendapatan. | Memperhatikan pemerataan pendapatan termasuk pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. |
| 3 | Tidak memperhatikan pertambahan penduduk | Memperhatikan pertambahan penduduk. |
| 4 | Belum tentu dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. | Meningkatkan taraf hidup masyarakat. |
| 5 | Pertumbuhan ekonomi belum tentu disertai dengan pembangunan ekonomi | Pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi. |
| 6 | Setiap input dapat menghasilkan output yang lebih banyak | Setiap input selain menghasilkan output yang lebih banyak juga terjadi perubahan – perubahan kelembagaan dan pengetahuan teknik. |
4. Dalam 10 tahun terakhir (1998-2008), pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan signifikan. Pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada tahun 1998 minus 13.1 persen.
Dan tahun 2008 diproyeksikan sebesar 6,4 persen. Cadangan devisa yang semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik menjadi 69.1 persen. Tingkat kemiskinan juga terus berkurang.
Pada tahun 1998, angka kemiskinan mencapai 24.2 persen. Pada masa awal Presiden SBY, tingkat kemiskinan ini turun menjadi 16.7 persen. Dan pada 2008 tinggal 15.4 persen dari total penduduk Indonesia.
Selain itu utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) dipangkas habis pada masa pemerintahan SBY. Tengok saja, pada tahun 1998, utang Indonesia kepada IMF sebesar 9.1 miliar dolar AS. Pada tahun 2006, dua tahun setelah memimpin Indonesia, Presiden SBY berhasil melunasi seluruh utang kita sebesar 7.8 miliar dolar AS.
Selengkapnya, data-data laju pembangunan Indonesia 10 tahun terakhir berikut :
Memahami Definisi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi di Indonesia
oleh: lailul Marum
- Apa Definisi dari Pembangunan?
Menurut Jakob Oetama Pembangunan ialah usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Apapun usaha yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat masuk dalam kategori pembangunan. Namun, salah satu pendiri Koran harian KOMPAS ini menambahkan bahwa dalam proses pembangunan terdapat unsur heroisme, unsur konflic, unsur frustasi, unsurromantic, dan unsur human yang mendalam. Jadi dalam mencapai development goals yang sesuai dengan harapan perlu adanya rencana dan rancangan pembangunan yang jelas.
Jangan sampai terjadi ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan hal-hal yang dapat menghambat pembangunan. Contoh kecilnya seperti rasa pesimis masyarakat atas kemampuan Negara dalam mencapai kemajuan atau misalnya juga adanya konflik yang dapat menjadikan pembangunan Negara terbengkalai.
Menurut pandangan Schumpeter (Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi ini disebabkan oleh perubahan, terutama dalam lapangan industri dan perdagangan.
Pembangunan ekonomi juga berkaitan erat dengan pendapatan per kapita dan pendapatan nasional. Pendapatan per kapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Dengan bahasa yang berbeda, Boediono (1999:8) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Jadi pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono (1999:1-2) menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output per kapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan juga. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
- Apa Tujuan dari Pembangunan?
Menurut MP Todaro Tujuan Inti Pembangunan adalah tiga hal dibawah ini.
- Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok,
- Peningkatan Standar hidup,
- Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi semual apisan masyarakat.
Selain itu ada kaitan antara tujuan pembangunan ekonomi dan tujuan pembangunan nasional dengan dimensi jangka waktu pendek dan panjang yaitu:
- Tujuan pembangunan ekonomi jangka pendek yang berhubungan dengan tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan berikutnya.
- Tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib,dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dandamai. Pada tahap awal pembangunan dititikberatkan pada bidang ekonomi dengan harapanakan berpengaruh pada bidang lain.
- Apa Perbedaan Antara Pertumbuhan dan Pembangunan?
Menurut Sadono Sukirno (1996:33), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memilik ide finisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indicator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi memiliki criteria yang lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa perbedaan yang menunjukkan bahwa pembangunan lebih diharapkan dari sekedar pertumbuhan ekonomi diantaranya yaitu:
- Pembangunan merupakan proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan termasuk usaha meningkatkan produk per kapita.
- Pembangunan memperhatikan pemerataan pendapatan termasuk pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
- Pembangunan memperhatikan pertambahan penduduk.
- Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
- Pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi.
- Setiap input selain menghasilkan output yang lebih banyak juga terjadi perubahan – perubahan kelembagaan dan pengetahuan teknik.
- Menurut Anda Apakah Pembangunan Indonesia Sudah “On The Right Track”? Dan Siapakah Yang Berperan dalam Pembangunan Indonesia?
Pembangunan Nasional saat ini masih bersifat jangka pendek dan relative belum terselesaikan dengan kompleksitas permasalahan yang ada. Permasalahan ini mungkin cukup sulit untuk diselesaikan. Pergantian pemimpin merupakan salah satu penyebabnya. Setelah habis masa periode kepemimpinan, banyak terjadi pemimpin-pemimpin baru baik pusat maupun daerah-daerah tidak melanjutkan pembangunan yang telah disusun dan direncanakan oleh pemimpin sebelumnya. Padahal pembangunan Indonesia memerlukan keterpaduan kebijakan di bidang ekonomi, politik, dan hukum yang efektif. Selainitu, juga sangat dibutuhkan kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan konsistendari waktu ke waktu.
Terlepas dari kelemahan itu semua, Pembangunan ekonomi Indonesia bias dikatakan semakin membaik dengan melihat pada pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan kedua tahun 2012. Dari data statistik yang dipublikasikan oleh BPS menyatakan bahwa PDB September 2012 mencapai 2,8 % dibandingkan dengan triwulan-I di tahun yang sama. Dan apabila dibandingkan dengan tahun yang lalu di triwulan yang sama mengalami pertumbuhan 6,4%. Jadi secara kumulatif, perekonomian Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2012 tumbuh sebesar 6,3%.
Dari Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi edisi 28 Bulan September 2012 yang sudah diedarkan itu menunjukkan membaiknya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dalam setahun terakhir yakni mulai Februari 2011-Februari 2012 jumlah penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan bertambah 1,5juta. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun ini sebesar 6,32%. Sedangkan tingkat kemiskinan dapat ditekan hingga sebesar 11,96% (29,13 juta) yang pada periode sebelumnya sebesar 12,49% (30,02 juta) berarti turun sekitar 0,89%.
Pengangguran Terbuka*) Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2009, 2010, dan 2011
*)Mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, sudah punya.
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, 2010, dan 2011
Dari data-data diatas menandakan bahwa pembangunan Indonesia cendrung membaik, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemajuan yang telah dicapai dan memperbaiki sistem pemerintahan yang cendrung menjadikan pembangunan Indonesia mengalami kendala. Diharapkan adanya partisipasi semua kalangan baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk berperan dalam segala aspek pembangunan, bukan hanyasistem ekonomi namun juga sosial, politik, hukum, dan tata nilai serta norma yang juga merupakan unsur berpengaruh terhadap pembangunan negeri ini.
Mengapa Masih Terjad Masalah Pembangunan di Indonesia?
oleh Nurlaili Syaadah
- Pendahuluan
Istilah pembangunan seringkali digunakan dalam hal yang sama dengan pengembangan. Sehingga istilah pembangunan dan pengembangan (development) dapat saling dipertukarkan. Namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung menggunakan secara khusus istilah pengembangan untuk beberapa hal yang spesifik. Meski demikian, sebenarnya secara umum kedua istilah tersebut diartikan secara tidak berbeda untuk proses-proses yang selama ini secara universal dimaksudkan sebagai pembangunan atau development (Rustiadi, 2006).
Ada yang berpendapat bahwa kata “pengembangan” lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari “nol”, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas (Rustiadi, 2006).
Sumitro (1994) mendefinisikan pembangunan sebagai “suatu transformasi dalam arti perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada perimbangan keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi. Pemahaman Sumitro ini terkait dengan pandangan Arthur Lewis (1954) tentang pentingnya transformasi struktur ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri dalam upaya menuju pertumbuhan (dalam aspek ini pengertian pertumbuhan asosiatif dengan pembangunan) ekonomi.
Budiman (1995) membagi teori pembangunan ke dalam tiga kategori besar yaitu teori modernisasi, dependensi dan pasca-dependensi. Teori modernisasi menekankan pada faktor manusia dan budayanya yang dinilai sebagai elemen fundamental dalam proses pembangunan. Kategori ini dipelopori orang-orang seperti (a) Harrod-Domar dengan konsep tabungan dan investasi (saving and investation), (b) Weber dengan tesis etika protestan dan semangat kapitalisme (the protestant ethic and the spirit of capitalism), (c) McClelland dengan kebutuhan berprestasi, (d) Rostow dengan lima tahap pertumbuhan ekonomi (the five stage of economics growth), (e) Inkeles dan Smith dengan konsep manusia modern, serta (f) Hoselitz dengan konsep faktor-faktor non-ekonominya.
Di lain sisi, Kartasasmita (1996) menyatakan, pembangunan adalah “usaha meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka”. Sedangkan menurut Tjokrowinoto (1997), batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara diametrik bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya merupakan self project reality.
Secara filosofis, suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik” (Rustiadi, 2006). Di lain sisi, UNDP mendefinisikan pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai “suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choices) (dalam Rustiadi, 2006). Dalam konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan sebagaimana dilihat oleh model formasi modal manusia (human capital formation) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu.
- Masalah Pembangunan di Indonesia
Inti permasalahan pembangunan ekonomi nasional menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana pada tahun 2010, terletak pada tingginya disparitas (kesenjangan) antarwilayah. Hal ini terlihat dari segi kegiatan ekonomi, pembangunan infrastruktur, sampai tingkat kemiskinan yang begitu timpang. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tanpa disertai pemerataan pembangunan hanyalah menciptakan perekonomian yang lemah dan eksploitasi sumber daya manusia. Hipotesis Kusnets (1963) yang menyatakan bahwa sejalan dengan waktu, ketidakmerataan (inequality) akan meningkat akan tetapi kemudian akan menurun karena adanya penetesan ke bawah (trickle down effect), sehingga kurva akan berbentuk seperti huruf U terbalik (Inverted U). Akan tetapi pada kenyataannya penetesan ke bawah (trickle down effect) tidak selalu terjadi, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin semakin besar.
Pemerataan hasil pembangunan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Ketidakmerataan juga menjadi masalah dunia. Menurut data World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996 berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999. Gini Index untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan kepemilikan tanah yang cukup besar.
Dari segi pendidikan, Indonesia masih mengalami masalah ketidakmerataan pendidikan. Gini Index untuk pemerataan pendidikan di Indonesia mencapai 0,32, angka ini menunjukkan adanya ketidakmerataan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mengakibatkan rendahnya produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya tingkat pendapatan, hal ini terus menjadi lingkaran setan (vicious circle). Kesenjangan tingkat pendidikan mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat pendapatan yang semakin besar. Kesenjangan ini juga akan mengakibatkan kerawanan sosial. Kemampuan iptek nasional dalam menghadapi tantangan perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan melalui Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 dengan nilai 0,211 dan menempati urutan ke 60 dari 72 negara. Sementara itu, menurut WEF (World Economic Forum) tahun 2004, indeks daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index)Indonesia hanya menduduki peringkat ke-72 dari 102 negara. Dalam indeks tersebut, teknologi merupakan salah satu parameter selain ekonomi makro dan institusi publik. Rendahnya kemampuan iptek nasional juga terlihat dari rendahnya kontribusi iptek di sektor produksi, belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek, lemahnya sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain, belum berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat, belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan, masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam, serta terbatasnya sumberdaya iptek, baik sumberdaya manusia maupun pembiayaan iptek. Tantangan pembangunan iptek dalam 20 tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuan iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Sebesar 56,7 persen (tahun 2003) tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Angkatan kerja lulusan perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya 4,6 persen. Tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah, berpengaruh pula pada rendahnya daya serap atau adaptabilitas masyarakat terhadap teknologi, dan berdampak pada kurang berkembangnya teknologi sehingga kurang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia persentase balita yang kekurangan gizi mencapai 27,3% pada tahun 2000. Angka ini cukup besar dan harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Tingkat gizi yang rendah akan mempengaruhi produktivitas sehingga tingkat pendapatan akan rendah. Fasilitas kesehatan yang kurang menjangkau ke daerah terpencil di Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya tingkat mortalitas balita yaitu 41 kematian balita per 1.000 balita dan tingkat mortalitas ibu yang mencapai 230 kematian ibu per 100.000 kelahiran menunjukkan masih rendahnya kualitas kesehatan. Pemerataan hasil pembangunan di samping pertumbuhan ekonomi perlu diupayakan supaya pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya penting yang diharapkan meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam 20 tahun mendatang, beberapa tantangan yang dihadapi adalah masih tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta tingginya proporsi balita kurang gizi. Kesenjangan status kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah, gender, dan kelompok pendapatan masih terjadi. Ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan obat belum terjamin, sementara jumlah, penyebaran, dan mutu tenaga kesehatan masih belum memadai. Dalam hal pembiayaan, sumber pembiayaan kesehatan masih sangat terbatas dan alokasi pembiayaan kesehatan belum optimal.
Ketersediaan pangan semakin terbatas yang disebabkan oleh semakin meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, buruknya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi di lahan produksi. Peningkatan produksi pangan hanya terjadi di pulau Jawa, dan dalam kurun waktu 1995-2002 rata-rata produktivitas nasional hanya meningkat 80 kg per hektar. Dari luas lahan baku sawah sekitar 8,4 juta hektar, pada kurun waktu 1992-2000 luas tersebut turun sekitar 500 ribu hektar, yaitu dari 8,3 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi pasokan air bagi lahan beririgasi semakin terbatas karena menurunnya kemampuan penyediaan air di waduk-waduk yang menjadi andalan pasokan air. Sementara itu, daya saing produk pertanian dalam negeri masih rendah dibandingkan dengan produk luar negeri sehingga pasar produk pertanian dalam negeri dibanjiri dengan produk impor. Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ketergantungan pada konsumsi beras masih tinggi sehingga tekanan terhadap produksi padi semakin tinggi pula. Ke depan perlu didorong diversifikasi konsumsi pangan dengan mutu gizi yang semakin meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani, buah, dan sayuran. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga masih rentan yang disebabkan sistem distribusi yang kurang efisien untuk menjamin ketersediaan pangan antar waktu dan antar wilayah.
Selain itu kebijakan pembangunan nasional yang selama ini kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan juga menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan daerah, antara lain: menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, seperti terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; terjadinya pertumbuhan kota-kota metropolitan dan besar yang tidak terkendali yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan perkotaan; melebarnya kesenjangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan; meningkatnya kesenjangan pendapatan perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin, tinggi pengangguran, serta rendah produktivitas; kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara perkotaan dengan perdesaan; tingginya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Pulau Jawa; serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan. Berbagai ekses negatif tersebut, secara bersama-sama membentuk sebuah isu permasalahan yang sentral bagi pembangunan daerah, yaitu tingginya kesenjangan pembangunan antar daerah. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat antar daerah.
- Pembahasan Masalah Pembangunan yang Terjadi di Indonesia
Keberhasilan pembangunan sangat berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintah harus menciptakan kebijakan pembangunan yang tepat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Peningkatan laju ekonomi tidak selalu dibarengi dengan pemerataan. Kemiskinan tidak dapat dihilangkan dengan hanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Ada tiga permasalahan umum yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan permasalahan pemerataan pembangunan yaitu:
- Sumber dana pembangunan.
- Alokasi dana pembangunan.
- Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana pembangunan.
Dalam rangka mendapatkan dana bagi pembangunan, Pemerintah Indonesia telah menambah hutang dalam bentuk penerbitan surat utang negara. Padahal disamping menambah hutang banyak alternatif lain yang dapat digunakan oleh pemerintah. Penambahan hutang guna mendapatkan dana bagi pembangunan malah menyebabkan masalah baru. Hutang di kemudian hari harus dibayar beserta bunganya yang akan semakin membebani anggaran pembangunan.
Krugman dan Obstfeld (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari luar negeri. Jumlah hutang negara berkembang sangat besar jika dibandingkan ukuran ekonomi negara tersebut dibandingkan dengan ukuran ekonomi negara industri maju. Jika tabungan nasional (S) lebih kecil dari investasi domestik (I) maka selisih itu merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di negara berkembang umumnya sangat rendah karena miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan pelung investasi inilah negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman atau hutang untuk mengimpor barang modal diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan investasi itu kelak, baik pokok maupun bunganya.
Pinjaman yang ditarik negara berkembang itu bisa dijelaskan dengan logika perdagangan antar waktu (intertemporal trade). Negara berkembang terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, sehingga harus berhutang dengan negara lain. Sebaliknya negara kaya modal telah mengolah hampir seluruh peluang investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak. Transaksi ini di atas kertas menguntungkan kedua belah pihak. Namun kenyaaannya, banyak penarikan pinjaman negara berkembang yang salah. Banyak yang menggunakan dana pinjaman bagi investasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan, bahkan dana pinjaman digunakan untuk mengimpor barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba. Padahal laba diperlukan untuk membayar pinjaman baik pokok maupun bunganya. Selain itu rendahnya tingkat tabungan nasional diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru sehingga negara berkembang makin tergantung pada pinjaman luar negeri. Penambahan utang merupakan suatu cara paling cepat untuk menambah dana bagi keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi dengan menambah utang berarti akan menambah beban bunga yang harus dibayar di masa yang akan datang. Padahal menambah utang haruslah menjadi alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Walaupun demikian pinjaman bukanlah hal yang buruk, dengan catatan bahwa pinjaman digunakan untuk membiayai investasi yang kelak menghasilkan manfaat yang lebih besar dari jumlah pinjaman dan bunganya. Pinjaman tidak akan efektif apabila digunakan hanya untuk mengimpor barang konsumsi. Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicarikan alternatif selain dari penambahan utang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai contoh dengan mengefisiensikan penerimaan pajak, meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung (Foreign Direct Investment) dan lain sebagainya.
Masalah kedua adalah alokasi dana pembangunan. Hal ini memerlukan pembahasan yang mendalam. Alokasi dana sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam makalah ini akan dibahas penggunaan dana untuk pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pemerintah harus serius dalam pengalokasian dana dengan benar. Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Penyatuan dana ini berakibat semakin kurang transparan penyediaan dana kesehatan.
Masalah ketiga adalah masalah efektifitas dan efisiensi penggunaan dana. Dana yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kebocoran penggunaan dana harus diminimumkan, dengan harapan dana yang terbatas dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Penggunaan harus direncanakan dengan baik sehingga tingkat daya serap (absorptive capacity) dapat tinggi.
Dari tiga masalah di atas pembahasan selanjutnya lebih difokuskan kepada alokasi penggunaan dana untuk keperluan pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan. Alokasi pengunaan dana di negara berkembang masih belum efisien. Struktur alokasi penggunaan dana di negara maju cenderung mengalokasikan dananya pada pendidikan dan kesehatan.
- Strategi Kebijakan dalam Mengatasi Masalah Pembangunan
Bappenas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menyebutkan bahwa Pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut.
1) Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi.
2) Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
3) Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
Oleh karena itu diperlukan beberapa langkah strategis seperti:
- Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi dan persaingan sehat dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan serta kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu memperhatikan secara cermat dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan kepentingan strategis nasional di dalam menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa.
- Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumberdaya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-prinsip dasar: mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan dan teknologi; mengelola secara berkelanjutan kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik, dan mengelola secara berkelanjutan sumberdaya alam sesuai kompetensi dan keunggulan daerah.
- Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik, agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.
- Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah kegiatan primer terutama sektor pertanian dalam arti luas dan pertambangan didorong agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. Kepentingan ini merupakan faktor strategis karena berkenaan dengan pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, dan ketahanan pangan. Penyelenggaraannya yang terencana secara cermat akan menjamin terwujudnya transformasi seluruh elemen perekonomian nasional ke arah lebih maju dan lebih kokoh di era globalisasi.
- Daya-saing global perekonomian ditingkatkan dengan mengembangkan pola jaringan rumpun industri (industrial cluster) sebagai fondasinya, berdasarkan 3 (tiga) prinsip dasar:
1) Pengembangan rantai nilai tambah dan inovasi yang utamanya adalah pilihan terhadap arah pola pengembangan yang ditetapkan pada suatu periode tertentu;
2) Penguatan (perluasan dan pendalaman) struktur rumpun industri dengan membangun keterkaitan antarindustri dan antara industri dengan setiap aktivitas ekonomi terkait (sektor primer dan tersier, UKM maupun perusahaan penanaman modal asing);
3) Pembangunan fondasi ekonomi mikro (lokal) agar terwujud lingkungan usaha yang kondusif melalui penyediaan berbagai infrastruktur peningkatan kapasitas kolektif (teknologi, mutu, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan infrastruktur fisik) serta penguatan kelembagaan ekonomi yang dapat menjamin bahwa peningkatan interaksi, produktivitas, dan inovasi yang terjadi, melalui persaingan sehat, dapat secara nyata meningkatkan daya saing perekonomian secara berkelanjutan.
- Dengan keunggulan komparatif sebagai negara berpenduduk besar dengan wawasan, kemampuan, dan daya kreasi yang tinggi, serta memiliki bentang alam yang luas dan kekayaan sumber daya alam, basis keunggulan kompetitif industri dalam 20 tahun mendatang dikembangkan berdasarkan 3 (tiga) prinsip utama, yaitu:
1) Pengembangan industri yang mengolah secara efisien dan rasional sumber daya alam, dengan memperhatikan daya dukungnya;
2) Pengembangan industri yang memperkuat kemampuan dan pembangunan jaringan interaksi, komunikasi, dan informasi baik untuk kepentingan domestik maupun dalam kaitannya dengan dinamika globalisasi; dan
3) Pengembangan industri yang memperkuat integrasi dan struktur keterkaitan antar-industri ke depan.
Dengan prinsip tersebut, fokus pengembangan industri dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada 4 (empat) pilar utama:
1) Industri yang berbasis pertanian dan kelautan;
2) Industri transportasi;
3) Industri teknologi informasi dan peralatan telekomunikasi (telematika), dan
4) Basis industri manufaktur yang potensial dan strategis untuk perkuatan daya saing industri ke depan.
- Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor pertanian dalam arti luas dikelola dengan pengembangan agribisnis yang dinamis dan efisien, yang melibatkan partisipasi aktif petani dan nelayan. Tujuan ini perlu diselenggarakan melalui revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumberdaya, dan pengembangan SDM pelaku usaha agar mampu meningkatkan produktivitas serta merespon permintaan pasar dan peluang usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya ini bermanfaat di dalam menciptakan diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangannya di dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perhatian perlu diberikan kepada peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, pengembangan masyarakat, upaya pengentasan kemiskinan secara terarah serta perlindungan terhadap sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.
- Sistem ketahanan pangan dibangun sampai pada kemampuan untuk menjaga kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu dan gizinya, aman, merata, dan terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
- Perdagangan dan investasi dikembangkan agar mampu mendukung perkuatan daya saing global. Perdagangan diarahkan untuk memperkuat efisiensi sistem perdagangan dalam negeri; memperkuat posisi nasional dalam aktivitas perdagangan serta berbagai fora kerjasama perdagangan global, regional, dan plurilateral; pengembangan citra produk nasional yang berkualitas internasional; dan mampu mendorong integrasi kegiatan ekonomi nasional untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Sementara itu, investasi diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas dengan peningkatan iklim investasi yang kondusif dan berdaya saing, serta selaras dengan fokus peningkatan daya saing perekonomian nasional.
Daftar Pustaka
_____.2006. Public Expenditure Statistical Analyses (PESA) 2006, published 15 May 2006. Available online at http://www.hm-treasury.gov.uk
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Jakarta
Byung, Seo Yoo. 2005. Korea’s Experience on Linking Planning and Budgeting. During the Development Era and Recent Reform. Ministry of Planning and Budget Republic of Korea. Seoul.
Djamaluddin, H. M. Arief. 2006. Diktat Kuliah Perencanaan Pembangunan. Universitas Borobudur. Jakarta.
Krugman, Paul R., dan Obstfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Edisi Kelima, Jilid 1. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Asian Development Bank. 2006. Asian Development Outlook 2006. Available online athttp://www.adb.org.
International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank. 2005. World Development Report 2006: Equity and Development. Oxford University Press. New York.
Wirasasmita, Yuyun. 2006. Catatan Kuliah Ekonomi Pembangunan. Universitas Borobudur. Jakarta.
Masalah pemerataan pembangunan di Indonesia. diakses darihttp://luthfiaffandi.blogspot.com/2011/05/masalah-pemerataan-pembangunan-di.html pada tanggal 18 Maret 2012
Masalah Pembangunan di Indonesia. diakses darihttp://dimasfahriza28.blogspot.com/2011/02/masalah-pembangunan-di-indonesia.html pada tanggal 18 Maret 2012
Cara Menanggulangi Kemiskinan
Oleh: Zira Brenda Wiranti
I. Definisi Kemiskinan [1]
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
II. Kemiskinan di Indonesia [2}
Indonesia memang telah mencapai hasil yang memuaskan dalam menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960-an dan juga telah berhasil mengurangi efek dari krisis. Tetapi Indonesia masih harus menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan, yaitu:
- Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidak akan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak disebabkan karena membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan makanan. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan.
- Peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan kerangka hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi. Hal ini akan membuat penyedia jasa mengenali tanggung jawab mereka dalam menjaga kualitas pelayanan yang diberikan, disamping memberikan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi aktifitas tersebut.
- Perlidungan bagi si miskin. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk, hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga, pendapatan dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu. Program perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalam menurunkan tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaat pada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat bagi penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2004 ke 2005. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin naik karena harga barang-barang kebutuhan pokok naik tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Namun mulai tahun 2007 sampai 2011 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan.[3]
III. Penanggulangan Kemiskinan dengan Pemberdayaan Masyarakat [4]
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai “pemberdayaan masyarakat” apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat
Dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya. Melalui proses pembelajaran masyarakat diajak untuk menemukenali masalah yang terjadi lewat refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya dan menemukenali pemecahan masalah melalui proses pengembangan lembaga (BKM), PJM Pronangkis dan pembangunan KSM dan gerakan bersama dalam penanggulangan kemiskinan. Diharapkan dengan proses ini masyarakat yang terpinggirkan (kaum miskin dan perempuan) bisa mempunyai daya untuk menggapai kebutuhan hidupnya ; di sisi lain melalui refleksi dan gerakkan bersama masyarakat umum dapat mempunyai daya untuk menolong, perduli dan terlibat dalam penanggulangan kemiskinan.
Dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu dimana masyarakat bisa menolong dirinya secara mandiri, dengan tidak lagi bergantung kepada pihak lain termasuk kepada fasilitator (PNPM Mandiri Perktoaan). Ketika berhubungan dengan pihak lain, adalah untuk bekerjasama dalam kesetaraan. Artinya baik masyarakat maupun pihak lain saling membutuhkan, jadi ada kesalingbergantungan.
IV. Sepuluh Langkah Menaklukan Kemiskinan [5]
Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan yang jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya patut mendapat acungan jempol atas berbagai usaha yang telah dijalankan dalam membentuk strategi penanggulangan kemiskinan. Hal pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintahan baru adalah menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalam mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan tersebut.
I. PENINGKATAN FASILITAS JALAN DAN LISTRIK DI PEDESAAN.
Berbagai pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa, dengan populasi sekitar 90 juta orang belum menikmati tenaga listrik.
Walaupun berbagai masalah di atas terlihat rumit dalam pelaksanaannya, solusinya dapat terlihat dengan jelas.
1. Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan pada umumnya.
2. Membiayai program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi buruk, terutama dalam masalah kemiskinan. Peta lokasi kemiskinan, bersama dengan peta kondisi jalan, dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah tersebut. Masyarakat miskin setempat juga harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan mereka, serta menjamin tersedianya pemeliharaan secara lebih baik.
3. Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya. Pro- gram seperti ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas jalan di pedesaan disamping sebagai bentuk perlindungan sosial. Untuk daerah yang terisolir, program ini bahkan dapat mengurangi biaya pembangunan.
4. Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik. Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat penyediaan listrik secara lebih luas.
II. PERBAIKAN TINGKAT KESEHATAN MELALUI FASILITAS SANITASI YANG LEBIH BAIK.
Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang dari satu persen limbah rumah tangga di Indonesia yang menjadi bagian dari sistem pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas pengumpulan, pengolahan dan pembuangan akhir. Pada tahun 2002, pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk perbaikan sanitasi sebesar 1/1000 dari anggaran yang disediakan untuk penyediaan air. Akibatnya, penduduk miskin cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering berada di dekat tempat pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk miskin cenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif. Pada tahun 2001, kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasi diperkirakan mencapai Rp 100.000,- per rumah tangga setiap bulannya. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan:
- Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
- Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i) mengadakan kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan (ii) mendorong pemerintah lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standar pelayanan minimum.
III. PENGHAPUSAN LARANGAN IMPOR BERAS.
Larangan impor beras yang diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang tepat dalam membantu petani, tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin. Studi yang baru saja dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta or- ang masuk dalam kategori miskin akibat dari kebijakan tersebut. Bahkan bantuan beras yang berasal dari Program Pangan Dunia (World Food Pro- gram) tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia karena tidak memiliki izin impor. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga beras. Tetapi ini hanya menguntungkan pihak yang memproduksi beras lebih dari yang dikonsumsi, sementara 90 persen penduduk perkotaan dan 70 persen penduduk pedesaan mengkonsumsi lebih banyak beras dari yang mereka produksi. Secara keseluruhan, 80 persen dari penduduk Indonesia menderita akibat proteksi tersebut, sementara hanya 20 persen yang menikmati manfaatnya. Bahkan manfaat tersebut tidaklah sedemikian jelas. Harga beras di tingkat petani tidak mengalami kenaikan yang berarti sementara harga di tingkat pengecer naik cukup tinggi. Dapat dikatakan bahwa hanya para pedagang yang menikmati manfaat kenaikan harga tersebut. Sementara itu, dukungan dan bantuan bagi petani dapat dilakukan dengan berbagai cara lain, seperti penyediaan infrastruktur pertanian dan pedesaan serta penyediaan riset dalam bidang pertanian. Pengenaan bea masuk juga dapat menjadi altenatif yang lebih baik daripada larangan impor. Oleh karena beberapa langkah di bawah ini patut mendapat perhatian:
- Penghapusan larangan impor beras.
- Mengganti larangan impor dengan bea masuk yang lebih rendah, jika dirasa diperlukan. Tetapi akan lebih baik jika dukungan diberikan dengan bentuk lain seperti penyediaan infrastruktur dan riset pertanian.
- Memperbolehkan siapapun untuk melakukan impor, dibandingkan dengan hanya memberikan izin pada beberapa pihak tertentu.
4. Memberikan kewenangan penetapan kebijakan bea masuk dan kebijakan perdagangan lainnya pada satu kementerian saja, untuk menghindari konflik antar kementerian yang berbeda.
IV. PEMBATASAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MERUGIKAN USAHA LOKAL DAN ORANG MISKIN.
Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Setengah dari penghasilan masyarakat petani miskin berasal dari usaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan tersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun iklim usaha yang lebih kondusif. Sayangnya, sejak proses desentralisasi dijalankan, pemerintah daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus berbagai izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum lagi beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman. Berbagai biaya ini menghambat pertumbuhan usaha di tingkat lokal dan menurunkan harga jual yang diperoleh penduduk miskin atas barang yang mereka produksi. Oleh karena itu pemerintah dapat berusaha menurunkan beban yang ditanggung oleh penduduk miskin dengan cara:
- Menggantikan sistem pajak daerah yang berlaku dengan mengeluarkan daftar sumber penghasilan yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Daftar tersebut harus mencakup sumber penghasilan yang dapat meningkatkan penghasilan daerah secara signifikan, misalnya sumber penghasilan dari pajak bumi dan bangunan.
- Menghentikan pungutan pajak dan retribusi daerah yang tidak diperlukan, dengan mengharuskan pemerintah daerah untuk mengadakan pengkajian dampak suatu peraturan sebelum mengeluarkan pungutan baru. Pungutan yang akan diambil itu juga harus diumumkan di berbagai media, untuk memberikan kesempatan pada pengusaha dan sektor swasta lainnya mengajukan masukan dan komentar.
- Menciptakan dan memperbaiki sistem pelayanan satu atap dan meningkatkan kemampuan serta pemberian insentif pada berbagai elemen pemerintahan daerah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi dalam pemberian pelayanan.
- Membentuk sebuah komisi dalam mengawasi pungutan-pungutan liar dan pembayaran yang dilindungi. Penanggulangan masalah ini merupakan suatu hal yang sulit dilakukan, tetapi sangat penting untuk memperbaiki iklim investasi. Komisi ini harus dapat menghasilkan pro- posal untuk menanggulangi masalah pungutan liar tersebut dalam waktu enam bulan setelah dibentuk.
V. PEMBERIAN HAK PENGGUNAAN TANAH BAGI PENDUDUK MISKIN.
Adanya kepastian dalam kepemilikan tanah merupakan faktor penting untuk meningkatkan investasi dan produktifitas pertanian. Pemberian hak atas tanah juga membuka akses penduduk miskin pada kredit dan pinjaman. Dengan memiliki sertifikat kepemilikan mereka dapat meminjam uang, menginvestasikannya dan mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari aktifitas mereka1. Sayangnya, hanya 25 persen pemilik tanah di pedesaan yang memiliki bukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh dari kondisi di Cina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki oleh hampir seluruh penduduk. Program pemutihan sertifikat tanah di Indonesia berjalan sangat lambat. Dengan program pemutihan yang sekarang ini dijalankan, dimana satu juta sertifikat dikeluarkan sejak 1997, dibutuhkan waktu seratus tahun lagi untuk menyelesaikan proses tersebut. Disamping itu, kepemilikan atas 64 persen tanah di Indonesia tidaklah dimungkinkan, karena termasuk dalam klasifikasi area hutan. Walaupun pada kenyataannya, di area tersebut terdapat lahan pertanian, pemukiman, bahkan daerah perkotaan. Agar masyarakat miskin dapat menikmati adanya kepastian atas kepemilikan tanah mereka, hal-hal di bawah ini patut mendapat pertimbangan:
- Mempercepat program sertifikasi tanah secara dramatis agar setidaknya mencapai tingkatan yang sama dengan rata-rata negara Asia Timur lainnya.
- Mengkaji ulang dan memperbaiki undang-undang pertanahan,
kehutanan dan juga pertanian.
- Mengkaji kemungkinan redistiribusi tanah milik perusahan negara yang
tidak digunakan kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah.
- Mengakomodasi kepemilikan komunal atas tanah sebagai salah satu bentuk kepemilikan. Prinsip yang terpenting adalah kepastian dalam
penggunaan tanah, bukan hanya pada kepemilikan secara pribadi.
- Mendukung adanya penyelesaian masalah pertanahan secara kekeluargaan, disamping membentuk peradilan khusus mengenai
masalah pertanahan.
- Mempersiapkan peraturan yang menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat miskin yang tinggal di area perhutanan.
VI. MEMBANGUN LEMBAGA-LEMBAGA PEMBIAYAAN MIKRO YANG MEMBERI MANFAAT PADA PENDUDUK MISKIN.
Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi. Program pemberian pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi manfaat kepada penerimannya. Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan lembaga pembiayaan mikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal, lembaga-lembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani masyarakat miskin secara lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit pembiayaan adalah:
- Menyelesaikan rancangan undang-undang mengenai LPM yang memberikan dasar hukum dan kerangka kelembagaan bagi lembaga pembiayaan mikro untuk menghimpun dan menyalurkan dana bagi penduduk miskin.
- Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
- Menghentikan penyaluran bantuan modal dan skema pinjaman yang disubsidi. Dana sebanyak tiga trilliun rupiah yang selama ini disalurkan, dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan lembaga pembiayaan mikro, baik yang formal maupun yang berasal dari inisiatif masyarakat setempat, untuk dapat mengjangkau kalangan yang lebih luas.
- Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yanglebih baik untuk pengembangan pembiayaan
mikro, termasuk mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal bagi koperasi simpan pinjam.
VII. PERBAIKAN ATAS KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN PENDIDIKAN TRANSISI UNTUK SEKOLAH MENENGAH.
Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar. Hanya saja, banyak anak-anak dari keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dan terpaksa keluar dari sekolah dasar sebelum dapat menamatkannya (lihat gambar dibawah). Hal ini terkait erat dengan masalah utama pendidikan di Indonesia, yaitu buruknya kualitas pendidikan. Pemerintah dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara:
- Membantu pengembangan manajemen dan pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran sekolah. Pemerintah di tingkat kabupaten dan kota perlu didorong untuk menyediakan dana bagi sekolah dalam bentuk block grants. Dengan begitu transparansi dan pengawasan masyarakat akan dapat ditingkatkan. Dana sekolah tersebut harus disusun sesuai prinsip transparansi dan prosedur yang jelas. Dengan meningkatnya akuntabilitas sekolah kepada masyarakat, kualitas pendidikan akan dapat ditingkatkan.
- Menyediakan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana tersebut berasal dari pemerintah pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana pengembangan pendidikan di daerah. Dana ini dapat disalurkan dalam bentuk DAK dan ditargetkan untuk membantu sekolah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin serta tidak dapat memenuhi standar yang dibutuhkan. Pemberian dana ini dapat dikaitkan dengan kondisi perbaikan mutu dan tambahan bagi iuran sekolah.
- Mengubah beasiswa Jaring Pengaman Sosial menjadi program beasiswa untuk membantu siswa dari kalangan miskin dalam masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan.
VIII. MENGURANGI TINGKAT KEMATIAN IBU PADA SAAT PERSALINAN.
Hampir 310 wanita di Indonesia meninggal dunia pada setiap 10.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingkat kematian menjadi tinggi terkait dengan dua sebab. Pertama karena ibu yang melahirkan sering terlambat dalam mencari bantuan medis. Sering terjadi juga bantuan medis yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kedua karena kebanyakan ibu yang melahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan bidan tradisional daripada fasilitas medis yang tersedia. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian tersebut, yaitu:
1. Meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat penanganan medis professional pada saat persalinan, serta periode sebelum dan sesudahnya.
- Menyediakan bantuan persalinan gratis bagi penduduk miskin, baik di klinik kesehatan maupun dengan bantuan bidan desa. Lebih jauh lagi, pemerintah dapat menyediakan bantuan transportasi pada klinik kesehatan setempat. Bantuan ini dapat dikelola melalui sistem kartu kesehatan yang telah ada.
- Meningkatkan pelatihan bagi bidan desa, baik secara formal maupun dengan melibatkan mereka pada pelayanan medis. Berbagai usaha untuk memperluas jangkauan pelayanan bidan desa di daerah-daerah terisolir juga patut mendapat perhatian.
IX. MENYEDIAKAN LEBIH BANYAK DANA UNTUK DAERAH-DAERAH MISKIN.
Kesenjangan fiskal antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
- Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal. Tetapi pada kenyataannya, dana ini masih dialokasikan berdasar pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu penetapan besar DAU harus lebih banyak didasarkan formula di atas, bahkan dengan memberikan porsi yang lebih besar pada tingkat kemiskinan.
- Meningkatkan pemberian DAK untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan. Dana Alokasi Khusus dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya dan dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, termasuk infrastruktur di daerah pedesaan, kesehatan, pendidikan, serta penyediaan air bersih dan sanitasi. Daerah yang lebih miskin harus dapat menerima DAK yang lebih besar, mengingat DAU belum dapat memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah. Peningkatan DAK dapat dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di daerah melalui departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai Daftar Isian Proyek (DIP).
X. MERANCANG PERLINDUNGAN SOSIAL YANG LEBIH TEPAT SASARAN.
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya. Pemerintah dapat meningkatkan bantuan pada masyarakat miskin disamping mengadakan penghematan dengan cara:
1. Mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sebagian besar BBM digunakan untuk keperluan kendaraan bermotor, yang lebih banyak dinikmati oleh golongan menengah dan kaya. Pemotongan subsidi BBM dalam anggaran 2005 dapat menghemat Rp 15 trilliun. Jika harga solar dapat dinaikkan ke harga tertinggi yang ditetapkan oleh Keppres, maka akan didapat tambahan penghematan sebesar Rp 12 trilliun.
2. Menggunakan tabungan pemerintah yang ada untuk mengembangkan program perlindungan sosial, termasuk memperluas aktifitas program tersebut, tetapi dengan sasaran yang lebih tepat.
3. Memperbaiki penetapan sasaran agar dapat menyentuh lebih banyak penduduk miskin. Sistem pendataan penduduk miskin yang ada, termasuk pemeringkatan oleh BKKBN, mahal dan sering tidak akurat. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan peta kemiskinan. Peta ini, disusun oleh BPS, memberikan informasi mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan bantuan. Penduduk miskin di daerah tersebut kemudian dapat dijangkau melalu kombinasi: (i) penetapan sasaran keluarga miskin dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proses identifikasi, penyerahan dan pengawasan program bantuan tersebut; serta (ii) dengan merancang program tersebut sedemikian rupa sehingga hanya penduduk miskin yang bersedia untuk menerima bantuan. Bantuan dalam bentuk beras bermutu rendah, serta minyak tanah yang dikemas dalam botol dapat mencapai sasaran yang lebih baik. Sementara itu, menerapkan prinsip kompetisi dalam distribusi beras dan minyak tanah akan mengurangi biaya lebih jauh lagi.
4. Membentuk gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial. Saat ini program perlindungan bantuan sosial dan berada di bawah kewenangan beberapa kementerian yang berbeda. Kebanyakan dijalankan pada saat krisis tanpa dilengkapi sistem pengawasan dan penilaian yang memadai. Untuk memaksimalkan manfaat berbagai pro- gram tersebut bagi masyarakat miskin, diperlukan kajian dan perbaikan secara menyeluruh. Dana hasil penghematan dari berbagai bantuan program tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia masyarakat miskin.
Referensi:
[1] id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
[4]www.p2kp.org/pustaka/files/modul_pelatihan08/A/2/b/02/Modul-Konsep-PNPM-Mandiri-Perkotaan.pdf
Kemiskinan di Indonesia dan Solusi Penanggulangannya
oleh: Muhammad Zaenuddin
- 1. Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Secara harafiah, kemiskinan berasal lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Jadi pemecahannya pun harus terkait dan juga komprehensif dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lebih jauh kemiskinan menjadi bukan sekadar masalah ekonomi tetapi masalah kemanusiaan. Hampir semua negara menghadapi masalah ini. Bahkan Amerika Serikat yang merupakan negara kaya namun masih menghadapi masalah kemiskinan. Disisi lain bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan merupakan masalah terberat yang harus dihadapi. Kemiskinan seakan sudah menjadi bagian dari takdir manusia. Namun menurut Muhammad Yunus (Penerima hadiah nobel perdamaian tahun 2006) yang ditulis dalam bukunya yang berjudul creating a world without poverty menjelaskan bahwa dunia bebas dari kemiskinan itu tidaklah mustahil. Kemiskinan bukan diciptakan oleh masyarakat miskin tapi diciptakan oleh sistem yang ada di masyarakat. Namun apabila kita semua tidak peduli terhadap kemiskinan berarti kita juga menjadi bagian dari sistem yang menciptakan kemiskinan itu sendiri.
Di Indonesia sendiri banyak program-program yang telah berhasil mengurangi angka kemiskinan. Jika kita melihat data jumlah penduduk miskin dari tahun 1976 yang mencapai 54,2 juta (40.1%) menjadi 22,5 juta (11.3%) pada tahun 1996. Kemudian karena adanya krisis yang mendera bangsa ini efeknya mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin sebesar 47,9% (23.4%) pada tahun 1999. Era reformasi jumlah penduduk miskin perlahan-lahan menurun menjadi 36.1 juta (16.7%) ditahun 2004.
Gambar : Jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun (BPS)
Jika kita melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) dimulai dari tahun 2002 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia terus menurun. Data jumlah penduduk miskin pada periode Maret 2009 sampai Maret 2010 turun dari 32,53 juta (14.15%) menjadi 31,02 juta (13.33%). Menghilangkan kemiskinan bisa dikatakan sebagai sebuah mimpi tetapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan. Lalu langkah apa sajakah yang dilakukan oleh pemerintah, rakyat dan semua elemen untuk menanggulangi kemiskinan hingga menuju titik terendah?
- 2. Strategi menanggulangi kemiskinan di Indonesia
Dimulai dari awal orde baru, pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, baik melalui pendekatan sektoral, regional, kelembagaan, maupun strategi dan kebijakan khusus. Program-program tersebut meliputi Program Inpres Desa Tertinggal, Kredit Usaha Tani, UPPKS dan Gerdu Taskin, serta Program Kredit-kredit Mikro dari BRI.
Sementara di pemerintahan yang sedang berjalan juga menghadapi hal yang sama yaitu strategi atau cara penanggulangan kemiskinan. Perdebatan mengenai angka kemiskinan yang masih besar dan konsep penanggulangannya sekarang ini tidak diperlukan lagi. Karena hal tersebut justru akan menghabiskan waktu dan energi. Rakyat miskin kita tidak membutuhkan perdebatan retorika yang berkepanjangan. Mereka butuh suatu konsensus kebijakan kemudian diimplementasikan. Maka dari itu hal ini menjadi pekerjaaan rumah tersendiri bagi pemerintahan yang sedang berjalan. Rakyat mengharapkan suatu penajaman konsep program Penajaman program bisa juga dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap program dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yaitu kesulitan yang dihadapi dan kelebihan dari program penanggulangan kemiskinan tersebut. Tetapi pada intinya penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan. Kita banyak melihat bahwa selama ini pemerintahan menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini akan dijabarkan beberapa langkah dan strategi cara penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah :
- A. Perbaikan pada Masalah sektor Kesehatan
Masalah kesehatan menjadi sangat vital bagi semua kalangan. Kesehatan adalah kunci hidup nomor satu. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hidup mereka hanya sedikit diatas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Pendapatan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saja (makan, minum). Sehingga dengan pendapatan yang hanya sebesar itu tidak akan cukup mengcoverage kebutuhan kesehatan. Di bidang kesehatan diupayakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara makin merata melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasinya dari ASKESKIN, JAMKESMAS maupun adanya Pengobatan gratis yang dilakukan rutin. Tetapi yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana pelayanan masyarakat penggunan ASKESKIN yang sering kurang diutamakan, sering terjadi pembedaan dan lain sebagainya. Peta pembedaan ini menjadi masalah tersendiri yang harus segera diselesaikan.
Mungkin kita juga kurang melihat dan mengerti bahwa pada kenyataannya kesehatan masyarakat itu bisa dilihat dari sistem sanitasi rumahnya. Pemerintah selama ini kurang memperhatikan faktor ini. Hal ini bisa dilihat dari kasuks krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Anggaran dari pemerintah belum bisa menghandle adanya pembangunan sanitasi yang baik. Efeknya bisa dilihat dari penduduk miskin yang cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Bahkan di Ibukota atau di kora-kota besar tempat tinggal mereka cenderung berada di tempat pembuangan limbah. Maka dari itu ada beberapa pilihan untuk mengatasinya dari mengadakan suatu konsensus nasional untuk membahas mengenai pembiayaan fasilitas sanitasi dan mendorong pemerintah daerah untuk membangun fasilitas tersbut melalui dana alokasi khususnya (DAK) Untuk keseluruhan solusinya harus ada pengkajian ulang mengenai anggaran dan kebijakan yang fokus pada masalah kesehatan dan sanitasi. Proporsi anggaran APBN harus bisa menjadikan pemecah masalah ini. Pembangunan sarana-prasarana yang baik sejatinya terus dilakukan dengan diimbangi dengan kesadaran sosial masyarakat akan arti pentingnya kesehatan.
Dengan peningkatan mutu kesehatan, rakyat lebih mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan sehingga pendapatannya juga meningkat.
- B. Perbaikan pada Masalah Sektor Pendidikan
Salah satu langkah dari strategi dan cara menanggulangi kemiskinan adalah perbaikan atas kualitas pendidikan. Menurut saya, Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar 9tahunnya. Hanya saja masih ada keluarga miskin yang terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah dan efeknya keluar dari sekolah. Penyebab yang utama dari masalah diatas adalah mahalnya biaya pendidikan yang juga diikuti oleh buruknya kualitas pendidikan. Kedua kondisi itu merupakan potret nyata dunia pendidikan kita. Lihat saja pada masa 1970-1980an kita mengirim banyak tenaga ahli ke Malaysia dan Singapura untuk menjadi tenaga pendidik disana. Tetapi kondisi itu berbalik arah dengan yang terjadi sekarang. Justru orang-orang Singapura dan Malaysialah yang datang ke Indonesia untuk menjadi tenaga pengajar atau mahasiswa Indonesia yang banyak meneruskan kuliah disana. Pemerintah dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara
- Membantu pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran sekolah. Langkah tersebut bisa dilakukan melalu penyediaan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat bisa disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan didaerah. Penyaluran dana itu bisa dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) Peranan ini kemudian menjadi satu target untuk membantu sekolah-sekolah didaerah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin serta tidak dapat memenuhi standar yang dibutuhkan. Tetapi harus ada sinergi antara pemberian dana bantuan dan kondisi perbaikan mutu pendidikan sekolah. Maka dari sinergi keduanya akan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
- Penyediaan sarana prasarana pendidikan
Sering kita melihat dilayar televisi banyak gedung sekolah yang kurang terurus padahal anggaran pendidikan di negara kita mencapai 20%. Banyak berita yang melansir adanya buruknya gedung sekolah, ambruknya gedung sekolah telah menyadarkan kita. Betapa buruknya kualitas sarana-prasarananya. Pemerintah hanya mengembar-ngemborkananggaran pendidikan yang mencapai 20% . Jika melihat gedung sekolah yang ambruk dan lokasi tak jauh dari Istana presiden itu menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Apa yang salah?
Sekarang kita tidak perlu mencari-cari penyebab kesalahan dari masalah ini. Penyelesaian dan solusi menjadi hal yang harus kita bicarakan bersama. Banyaknya permasalahan sarana dan prasarana sekolah harus menjadi fokus utama sekolah. Bangunan sekolah menjadi suatu tempat peneduh bagi para anak sekolah. Perlunya penanganan dan bantuan perbaikan gedung sekolah seharusnya menjadi prioritas utama. Tetapi kenyataannya tidak, sekolah yang bangunannya ambruk dan meminta bantuan pada pemerintah melalui dinas pendidikannya mendapat respon yang lambat. Kalau saja prosedur yang salah atau prosedur yang complicated? Kenapa hal ini harus terjadi?
Solusi utama adanya pembiayaan sarana dan prasarana juga harus masuk kedalam ranah anggaran pendidikan. Menurut saya, selama ini yang salah bukan pemerintah. Tetapi sistem yang ada. Misalnya mengenai sistem dan prosedur meminta bantuan perbaikan sarana prasarana yang seharusnya itu mudah dan cepat terealisasikan justru malah menjadi sebaliknya dan memunculkan masalah-masalah baru. Pembenahan pada sistem harus segera dibenahi serta adanya kesadaran dari masing-masing pihak yang kemudian keduanya menjadi solusi utamanya.
Guna menjamin keberhasilan berbagai program di atas, sarana dan prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah dan laboratorium, terus ditingkatkan dan lebih didayagunakan. Gedung sekolah yang sudah ambruk sudah sewajarnya diperbaiki melalui dana pemerintah ditambah swadaya masyarakat.
- Peningkatan kualitas tenaga pengajar
Tenaga pengajar cukup memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pendidikan di Indonesia. Adanya tenaga pendidik yang profesional dan kapabel akan memberikan efek positif terhadap kualitas sumber daya manusiannya. Diantara dari sekian banyak program peningkatan kualitas tenaga pengajar yang paling penting dan terkenal adalah sertifikasi. Sertifikasi banyak efek positif dan negatifnya. Tetapi disini saya memandang bahwa sertifikasi itu merupakan stimulus bagi tenaga pendidik untuk menjadi yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat dari syarat untuk sertifikasi, tenaga pendidik yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak akan lolos sertifikasi. Tetapi yang menjadi pertanyaan seberapa signifikankah program sertifikasi menjadikan peningkatan kualitas tenaga pendidik dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas? Jawabannya adalah tergantung pada masing-masing tenaga pendidik. Sejatinya mereka harus sadar akan peranan vitalnya nya dalam pembangunan sumber daya manusia. Tanpa menyalahkan program sertifikasi bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk pemborosan anggaran, tetapi itulah stimulus yang efektif untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Disamping melalui berbagai pendidikan dan latihan (diklat) tenaga pendidik. Pendidikan dan pembinaan guru serta tenaga pendidikan lainnya, termasuk tenaga pendidikan di luar sekolah, ditingkatkan mutunya dan pelaksanaannya diselenggarakan secara terpadu
- C. Perbaikan Kualitas Jalan dan Listrik Khususnya bagi Pedesaan
Berbagai pengalaman di negara-negara seperti China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa orang belum menikmati tenaga listrik (Data BPS). Meskipun permasalahan tersebut sangat kompleks dan rumit, namun solusinya bisa terlihat jelas :
- Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan pada umumnya. Berbicara mengenai solusi pembiayaannya, program tersebut bisa dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan yang ada harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi dan kualitas jalan yang buruk. Hal ini bisa dilihat dari peta lokasi kemiskinan dan peta kondisi halan yang keduanya menjadu alat untuk mengidentifikasi peta kondisi jalan. Tidak luap masyarakat setempat harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan mereka yang kemudian menjamin tersedianya pemeliharaan jalan secara lebih baik.
- Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik.
Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat penyediaan listrik secara lebih luas.
- D. Membangun Lembaga-Lembaga Pembiayaan Mikro yang Memberi Manfaat pada Penduduk Miskin
Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi ataupun berbiaya. Melihat kenyataannya rakyat miskin cenderung tidak mau meminta pinjaman dari Bank dan justru meminjam uang dari bank plecit yang transaksinya dilakukan dengan cara door to door. Padahal bank plecit tersebut biasanya memberikan biaya pinjaman yang lebih tinggi daripada Bank. Maka dari itulah dibentuklah lembaga pembiayaan mikro (LPM). Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit pembiayaan adalah:
- Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
- Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yang lebih baik untuk pengembangan pembiayaan mikro, termasuk mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal bagi koperasi simpan pinjam.
- E. Memberikan Lebih Banyak Dana untuk Daerah-Daerah Miskin
Kesenjangan antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Hal tersebut bisa terlihat pada kedua daerah yaitu : Jakarta dengan Kupang. Kondisi itu menjelaskan adanya pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa langkah (Indonesian Brief Policy) seperti :
- Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal. Tetapi pada kenyataannya, dana ini masih dialokasikan berdasar pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu penetapan besar DAU harus lebih banyak didasarkan formula di atas, bahkan dengan memberikan porsi yang lebih besar pada tingkat kemiskinan.
- Meningkatkan pemberian Dana Alokasi Khusus untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan. DAK dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya dan dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, termasuk infrastruktur di daerah pedesaan, kesehatan, pendidikan, serta penyediaan air bersih dan sanitasi. Daerah yang lebih miskin harus dapat menerima DAK yang lebih besar, mengingat DAU belum dapat memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah. Peningkatan DAK dapat dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di daerah melalui departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai Daftar Isian Proyek (DIP).
- Merancang Perlindungan Sosial yang Lebih Tepat Sasaran
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan peta kemiskinan memberikan informasi mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan bantuan. Bantuan perlindungan sosial bisa berupa 9 kebutuhan pokok atau sembako.
Kesimpulan
Masalah kemiskinan menjadi masalah utama dan penting karena kemiskinan menyangkut kesenjangan dan pengangguran. Perlu kita ketahui sebagian besar penduduk miskin di Asia Tenggara tinggal di Indonesia. Penanggulangan kemiskinan ditempatkan secara utuh dalam rangka penyelenggaraan pembangunan nasional. Program penanggulangan kemiskinan harus bertumpu pada peran serta aktif dan produktivitas rakyat diupayakan untuk menumbuhkan kemandirian penduduk miskin. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya patut mendapat acungan jempol atas berbagai usaha yang telah dijalankan dalam membentuk strategi penanggulangan kemiskinan. Segala program penanggulangan kemiskinan yang telah dan akan dilakukan pemerintah sudah sepatutnya kita dukung bersama.
Referensi :
World Bank, Indonesia Policy Briefs- Ide-ide 100 hari, 2004
Smeru, Laporan lokakarya, Seri debat pembangunan-kasus Indonesia, Juli 2001
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, “Koordinasi Program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia, Januari 2008
Muhammad Yunus, creating a world without poverty
Journal of Economics and Business Indonesia (JEBI), Institution Do Really Matter: Important Lessons From Village Institutions of Bali, Lincolin Arsyad,
Kemiskinan jadi Hantu Negara
Kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pasca reshuffleKabinet Indonesia Bersatu (KIB), yang antara lain menekankan pada penanggulangan kemiskinan dan pengangguran merupakan satu niat baik Yang harus diapresiasi. Namun bila melihat program-program pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan selama pemerintahan SBY ini tampaknya tidak akan memberikan daya ungkit yang besar untuk memberantas kemiskinan.
“Bila serius, perintah harus membuat kebijakan terintegrasi meliputi berbagai sektor ekonomi. Jangan sampai kebijakan pengentasan kemiskinan itu hanya retorika dan itu lagu lama,” ujar Prof Dr.Gunawan Sumodiningrat, Chairman Center for Policy and People Empowerment (CPPE), di Jakarta baru-baru ini.
Pandangan Gunawan ternyata tidak berbeda dengan hasil survei Setara Institute, dimana masyarakat Indonesia menganggap kemiskinan dan korupsi sebagai masalah utama di negara ini. Pemerintah dianggap belum mampu mengatasi masalah tersebut.
Survei yang dilakukan di 10 provinsi mengungkapkan, sebanyak 36,5% dari 3.000 responden menyatakan kemiskinan sebagai problem paling penting di Indonesia.
Selain kemiskinan, masyarakat juga menganggap korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai benalu yang menggerogoti bangsa ini. Sebanyak 26,8% responden menyatakan hal tersebut. Sedangkan masalah pengangguran disikapi oleh 9,3%.
Setara juga mengukur kegagalan pemerintah dalam berbagai bidang lainnya. Sebanyak 49,7% responden menganggap pemberantasan korupsi belum benar-benar berhasil. Pada waktu yang sama pemerintah juga dianggap belum berhasil menciptakan lapangan kerja oleh 28,7% responden.
Jadi, pengentasan kemiskinan dan pengangguran bukan semata-mata persoalan program bantuan saja seperti KUR, PNPM, dan sejenisnya. Yang paling utama adalahpolitical will pemerintah dan aparatnya di pusat dan daerah yang harus bersungguh-sungguh, tidak hanya sekadar menjalankan program secara legal formal. Tapi lebih dari itu harus menjadi kewajiban yang didukung oleh moral aparat yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Tidak hanya itu. Sebenarnya program penanganan kemiskinan yang dibuat tim Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I maupun II selama pemerintahan SBY bukanlah hal baru. Program serupa sudah dijalankan pemerintahan sebelumnya, khususnya di era Orde Baru dulu. Persoalannya pada masa lalu program tidak begitu efektif karena adanya korupsi dan kepentingan politik penguasa. Sayangnya, kondisi terulang kembali saat ini.
Karena itu, pemerintah sudah saatnya perlu memiliki lembaga khusus untuk penanggulangan kemiskinan yang memiliki otoritas penuh menjalankan program secara terintegrasi. Lembaga ini dianggap perlu karena Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Sosial yang ada saat ini tidak fokus pada pengentasan kemiskinan secara terintegrasi.
Kiranya sangat tepat jika integrasi program dilakukan dengan kebijakan yang melibatkan semua sektor: kementerian dan lembaga negara, BUMN, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga harus menggerakkan kembali program padat karya di daerah-daerah.
Memang kita akui jumlah penduduk miskin setiap tahun mengalami penurunan, namun jumlah penduduk miskin yang masih 37 juta orang masih cukup besar. Yang juga perlu dicermati adalah jumlah penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan yang jumlahnya semakin banyak. Posisi mereka sangat rentan untuk jatuh kembali miskin, sehingga perlu inovasi kebijakan yang tegas dan jelas.
(fb)
Prof.Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec.
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Chairman Center for Policy and People Empowerment
Mengukur Pencapaian Millennium Development Goals di Indonesia
Oleh: Dandy Satriatama
Pengantar
Millennium Development Goals atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah sebuah deklarasi Milenium hasil dari kesepakatan kepala Negara dari sebanyak 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapat pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut. [1] Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. [2] Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Millennium Development Goals
Sebanyak delapan butir yang telah disepakati untuk dicapai oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar pada tahun 2015 negara-negara tersebut mengalami peningkatan kesejahteraan di masyarakatnya. Berikut ini adalah delapan butir tujuan pembangunan millennium:
- Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
- Mencapai pendidikan dasar untuk semua
- Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
- Menurunkan angka kematian anak
- Meningkatkan kesehatan ibu
- Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
- Memastikan kelestarian lingkungan hidup
- Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya dibawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Tujuan Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian tujuan MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut.
MDGs dan Indonesia
Menjadi bagian dari dunia global berarti ikut ambil bagian dalam gerakan dunia Millenium Development Goals (MDGs). “Indonesia telah memberikan janji dan komitmennya kepada dunia untuk mengangkat harkat manusia Indonesia melalui delapan jalur MDGs,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Boediono ketika memberikan sambutan pada Malam Penganugerahan Penghargaan MDGs Indonesia (Indonesia MDGs AWARDS – IMA) Tahun 2011 di Balai Kartini, Rabu 1 Februari 2012. Di Indonesia sendiri, melalui program pencapaian MDGs, pemerintah menginstruksikan penjabaran butir-butir tujuan di atas menjadi target-target yang lebih praktis dan derivatif. Berdasarkan situs resminya, MDGs sendiri oleh Indonesia diterjemahkan sebagai beberapa tujuan dan upaya pembangunan manusia, sekaligus sebagai usaha penanggulangan kemiskinan ekstrem.
a. Pencapaiannya
MDG 1 MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh indikator
USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga telah dicapai dalam upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh garis kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen (2010) menuju targetnya sebesar 8 – 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan dapat mencapai target MDG sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas kedepan untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan adalah dengan memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan memperkuat sektor pertanian. Perhatian khusus perlu diberikan pada: (i) perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan sosial dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara yang miskin.
MDG 2 MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Upaya Indonesia untuk mencapai target MDG tentang pendidikan dasar dan melek huruf sudah
menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan pendidikan dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah pertama sebagai sasaran pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/09 angka partisipasi kasar (APK) SD/MI termasuk Paket A telah mencapai 116,77 persen dan angka partisipasi murni (APM) sekitar 95,23 persen. Pada tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara umum disparitas partisipasi pendidikan antarprovinsi semakin menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0 persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDG pendidikan adalah meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah: (i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan. Kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal sebesar 20 persen dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk mengakselerasi pencapaian pendidikan dasar universal pada tahun 2015.
MDG 3 MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Berbagai kemajuan telah dicapai dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender di semua jenjang dan jenis pendidikan. Rasio angka par sipasi murni (APM) perempuan terhadap laki-laki di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99 pada tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 sampai 24 tahun telah mencapai 99,85. Oleh sebab itu, Indonesia sudah secara efektif menuju (on-track) pencapaian kesetaraan gender yang terkait dengan pendidikan pada tahun 2015. Di bidang ketenagakerjaan, terlihat adanya peningkatan kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian. Di samping itu, proporsi kursi yang diduduki oleh perempuan di DPR pada Pemilu terakhir juga mengalami peningkatan, menjadi 17,9 persen. Prioritas ke depan dalam mewujudkan kesetaraan gender meliputi: (1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan; (2) perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan; dan (3) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.
MDG 4 MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
Angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup signifi kan dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, sehingga target sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian pula dengan target kematian anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya perbedaan akses atas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan daerah terpencil.
MDG 5 MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global masih rendah. Di Indonesia, angka kematian ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate) menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. Upaya menurunkan angka kematian ibu didukung pula dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Kedepan, upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan pada perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang komprehensif peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepad masyarakat.
MDG 6 MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA
Tingkat prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka kejadian malaria per 1.000 penduduk menurun dari 4,68 pada tahun 1990 menjadi 1,85 pada tahun 2009. Sementara itu, pengendalian penyakit Tuberkulosis yang meliputi penemuan kasus dan pengobatan telah mencapai target. Pendekatan untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini terutama diarahkan pada upaya pencegahan dan pengarusutamaan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu, pengendalian penyakit harus melibatkan semua pemangku kepentingan dan memperkuat kegiatan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
MDG 7 MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Tingkat emisi gas rumah kaca di Indonesia cukup tinggi, walaupun upaya peningkatan luas hutan, pemberantasan pembalakan hutan, dan komitmen untuk melaksanakan kerangka kebijakan penurunan emisi karbon dioksida dalam 20 tahun kedepan telah dilakukan. Proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak meningkat dari 37,73 persen pada tahun 1993 menjadi 47,71 persen pada tahun 2009. Sementara itu, proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak meningkat dari 24,81 persen (1993) menjadi 51,19 persen (2009). Upaya untuk mengakselerasi pencapaian target air minum dan sanitasi yang layak terus dilakukan melalui investasi penyediaan air minum dan sanitasi, terutama untuk melayani jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat. Untuk daerah perdesaan, penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat agar memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur dan pembangunan sarana. Di samping itu, perlu dilakukan upaya untuk memperjelas peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan sistem air minum dan sanitasi yang layak. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan menurun dari 20,75 persen pada tahun 1993 menjadi 12,12 persen pada tahun 2009. Upaya untuk penurunan proporsi rumah tangga kumuh dilakukan melalui penanganan pemukiman kumuh.
MDG 8 MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN
Indonesia merupakan partisipan aktif dalam berbagai forum internasional dan mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang bermanfaat dengan berbagai organisasi mul lateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efektifi tas kerjasama dan pengelolaan bantuan pembangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah membuat investasi besar ke dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon genggam, jaringan PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia mempunyai akses pada telepon seluler.
b. Tinjauan Status Pencapaian MDG di Indonesia
· Meng-Indonesiakan MDGs
MDGs yang diformulasikan secara bersama pada tingkat global, dalam beberapa aspek bisa saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pencapaian tujuan MDGs sebagian besar berada di pundak pemerintah propinsi dan kabupaten.
Dari gambar di atas yang menggambarkan penyebaran anggaran pemerintah (World Bank, 2007), seharusnya dapat diidentifikasikan bahwa pemerintah daerah lebih dapat berperan dalam pencapaian MDGs ini. Tentunya akan menuai banyak permasalah, salah satu dan utamanya adalah masalah data informasi yang digunakan sebagai acuan. BPS memang dapat menyediakan data mengenai sejumlah infomasi di tingkat kabupaten namun, tidak cukup untuk mencakup hingga tahun 1990 sehingga dapat menyulitkan penetapan target 2015. Hal tersebut akan tidak menjadi masalah berarti, selama propinsi-propinsi dan kabupaten-kabupaten tersebut memikirkan cara terbaik untuk pencapaian MDGs, tidak hanya di kabupaten, bahkan sampai ke desa-desa. Namun, apakah dapat dilakukan semuanya di sebuah desa? Ya. Penduduk sebuah desa dapat sepakat untuk memilih apa saja dari tujuan MDGs yang menjadi prioritas di desa mereka, termasuk memantau dan mempercepat pencapaiannya.
Bagi MDGs, semangat lebih penting dibandingkan rinciannya. Jika masing-masing komunitas di setiap kabupaten bahkan desa-desa mulai melakukan aksi, maka secepatnya akan terjadi perbaikan untuk mencapai MDGs di tahun 2015.
Referensi :
Millenium Development Goals di Indonesia
Oleh: M. Zaenuddin
- Mengenal Lebih Jauh Mengenai Millenium Development Goals (MDGs)
Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan pada Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tangga 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals). Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:
- Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,
- Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,
- Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,
- Menurunkan Angka Kematian Anak,
- Meningkatkan Kesehatan Ibu,
- Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,
- Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
- Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.
- 2. Millenium Development Goals di Indonesia
Cita-cita pembangunan manusia mencakupi semua komponen pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang dapat menikmati kemakmuran secara utuh, tidak miskin, tidak menderita kelaparan, menikmati pelayanan pendidikan secara layak, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas kesehatan secara merata.
Berbicara mengenai bentuk orientasi pembangunan, MDGs dalam tataran implementasi sesungguhnya telah dipraktekkan sejak dahulu. Dari Presiden Soekarno melalui Garis-garis Besar Rencana Pembangunan Lima Tahun 1956-1960 dan Pokok-pokok Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969, Presiden Soeharto melalui program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), khususnya Repelita I-IV, yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional. Pada Repelita V-VI, pemerintah melaksanakan programprogram yang selaras dengan MDGs saat ini. Dan pada awal tahun 2000an salah satu kebijakan yang selaras dengan tujuan adanya MDGs adalah pelaksanaan kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS ), baik JPS di bidang pendidikan, kesehatan atau pembangunan daerah tertinggal.
Pemerintah Indonesia telah bertekad untuk memenuhi komitmen pencapaian target MDGs pada 2015 mendatang. Komitmen ini tertuang dalam tujuan, target dan indikator MDGs Indonesia yang kemudian dijelaskan sebagai berikut :
A Tujuan 1 : Menanggulangi Kemiskinan
Pada 2006, terjadi peningkatan kemiskinan yang kemudian sedikit menurun pada 2008 menjadi 15,4%. Mencermati berbagai kecenderungan akhir-akhir ini, seharusnya masih mungkin untuk mengurangi kemiskinan menjadi 7,5% pada 2015. Sementara, menggunakan garis kemiskinan 1 dollar per hari, situasi sepenuhnya berbeda. Berbasiskan ukuran tersebut, Indonesia telah mencapai target karena berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dari 21% (1990) menjadi7,5% pada 2006.
Gambar 1 : Pergeseran proporsi penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 per hari (sumber : UNDP)
Indikator lain terkait dengan kemiskinan adalah indeks kedalaman kemiskinan. Indeks ini menunjukkan kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Pada tahun 2005, indeks kedalaman kemiskinan cenderung membaik dibandingkan kondisi tahun 2003. Pada tahun 2006, P1 sempat meningkat hingga mencapai 3,43, namun menurun kembali menjadi 2,99 pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan pengeluaran penduduk miskin pada tahun 2007 yang makin mendekati garis kemiskinan.
Solusi dan Penanggulangannya :
Berbicara mengenai penanggulangan permasalahan kemiskinan kita dituntut untuk mengharuskan adanya kebijakan menyeluruh serta terukur pencapaiannya. Mengatasi masalah kemiskinan pada akhirnya tidak hanya soal mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin, melainkan fokusan utama yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin. Perlu adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang menitikberatkan kepada berbagai lini antara lain :
- Meningkatkan akses kepada masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan, dan gizi. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan dan pemberian beasiswa kepada keluarga miskin merupakan langkah alternatif untuk meningkatkan akses kepada masyarakat miskin. Untuk sektor kesehatan bisa melalui perbaikan infrastruktur kesehatan dan pemberian pelayanan gratis bagi masyarakat miskin. Sedangkan perbaikan gizi bisa dilakukan melalui langkah penjualan sembako murah.
- Adanya suatu program pemberdayaan masyarakat miskin, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini selain bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan, juga ditujukan untuk dapat menciptakan kesempatan kerja sekaligus memenuhi kebutuhan infrastruktur di berbagai pelosok Indonesia. PNPM akan mencakup sekitar 2.700 kecamatan pada tahun 2007, 3.800 kecamatan pada tahun 2008, dan akhirnya 5.624 atau seluruh kecamatan di Indonesia pada tahun 2009. Masing-masing kecamatan akan memperoleh bantuan yang besarnya berkisar antara Rp 500 juta sampai Rp 1,5 miliar per tahun.
- Memperkuat dan meluaskan program perlindungan sosial
Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai bagian dari upaya membangun sistem perlindungan sosial. PKH merupakan program pemberian uang tunai bersyarat (conditional cash transfers) kepada rumah tangga sangat miskin (fakir miskin)
Menurunkan Proporsi Penduduk yang Menderita Kelaparan
Secara umum status gizi penduduk semakin membaik. Ini antara lain terlihat dari indikator persentase penderita gizi kurang dan gizi buruk yang menurun dari 37,47 persen pada tahun 1989 menjadi 26,36 persen pada tahun 1999. Indikator status gizi ini terus membaik menjadi 27,30 persen pada tahun 2002 namun meningkat kembali menjadi 28,17 persen pada tahun 2005. Jika menggunakan keadaan tahun 1989 sebagai dasar, Indonesia diharapkan dapat mencapai target 18,74 persen pada tahun 2015.
Gambar 2 : Perkembangan persentase anakanak balita yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan gizi kurang (moderate underweight) tahun 1989-2005 (BPS)
Penanggulangannya :
Penanganan kelaparan mengandung tiga masalah mendasar, yaitu masalah pelaksanaan, masalah sasaran, dan masalah lokasi. Hilangnya perhatian terhadap masalah kelaparan dapat menyebabkan hilangnya perhatian terhadap perbaikan gizi masyarakat. Apabila perhatian terhadap gizi masyarakat khususnya kepada balita kurang, maka hal ini akan mengakibatkan pengaruh pada penurunan kualitas penduduk berusia muda. Maka dari itu, dibutuhkan perbaikan gizi yang perlu dilakukan terutama kepada ibu hamil, bayi, dan balita, serta lebih utama lagi pada kelompok masyarakat miskin. Ibu hamil, bayi, dan balita adalah golongan yang kerap menderita masalah gizi kurang dan gizi buruk. RPJP 2005-2025 telah mengarahkan kebijakan penganggulangan masalah gizi dengan pendekatan lintas sektor dari hulu hingga hilir. Tantangannya adalah bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut pada sektor yang terkait. Maka dari itu, dibutuhkan suatu fokus utama dalam pemenuhan gizi zat besi, yodium, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya. Pemberian makanan pendamping air susu ibu juga perlu diperhatikan.
B. Tujuan 2 : Mewujudkan Pendidikan Dasar bagi Semua
Tujuan kedua MDGs ini adalah memastikan bahwa semua anak menerima pendidikan dasar. Jika melihat data dibawah ini tercatat bahwa dengan angka 94,7% kita hampir mewujudkan target memasukkan semua anak ke sekolah dasar.
Gambar 3 : Angka Partisipasi di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (BPS)
Jika anda melihat kembali Gambar 2.1, tampak bahwa hanya 67% anak yang mendaftar ke sekolah lanjutan pertama. Ini merupakan tantangan yang besar mengingat pemerintah bertekad mencapai target yang lebih tinggi daripada target global MDGs. Target Indonesia adalah ”wajib belajar 9 tahun”, terdiri dari 6 tahun SD dan 3 tahun SMP, sementara target global MDGs yaitu pendidikan setara 6 tahun
Berbicara mengenai alasan mengapa beberapa anak memutuskan untuk tidak sekolah ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Diantaranya adalah karena orang tua memerlukan mereka untuk bekerja, karena tidak mampu membayar biaya sekolah, mereka memiliki masalah untuk membayar uang sekolah dan biaya lainnya.
Penanggulangannya :
Berbagai strategi yang telah dan akan dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sektor pendidikan antara lain :
- memberikan peluang yang lebih besar kepada sekolah-sekolah swasta dan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat agar mereka dapat lebih berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan dasar.
- melibatkan partisipasi seluruh kekuatan masyarakat seperti orang tua, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dunia industri, dan usahawan, sehingga pelaksanaan penuntasan wajib belajar 9 tahun betul-betul merupakan gerakan sosial
C. Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gener dan Pemberdayaaan Perempuan
Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan gender dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya pembangunan manusia, tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Meskipun telah banyak kemajuan pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender (gender gap) masih terjadi di sebagian besar bidang. Berbagai upaya dilakukan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan peran perempuan agar mereka tidak tertinggal dibandingkan laki-laki.
Suati kesenjangan gender bisa terlihat di bidang ketenagakerjaan yang ditandai dengan belum tersedianya sistem perlindungan sosial bagi pekerja sektor informal yang sebagian besar pekerjanya adalah perempuan. Sistem perlindungan sosial yang ada saat ini masih mencakup hanya pekerja sektor formal. Berbicara mengenai kesenjangan gender dalam hal upah tenaga kerja, yaitu perbandingan antara upah pekerja perempuan dan laki-laki sangatlah tidak setimbang. Hal ini bisa dilihat di di Provinsi Kalimantan Timur. Di sini, seorang pekerja perempuan memperoleh rata-rata upah per bulan Rp 1.059.813, sementara rekan kerja laki-lakinya mendapatkan rata-rata upah Rp 1.879.585 per bulan. Adapun rata-rata upah per bulan pekerja perempuan tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi Papua yaitu Rp 1.375.636, dan yang terendah di Provinsi Jawa Tengah yaitu Rp 582.267. Sebanyak 13 provinsi diketahui masih memberikan rata-rata upah per bulan bagi pekerja perempuan di bawah rata-rata upah nasional. Begitu pula pada sektor pemerintahan, pekerja perempuan belum sebanding dengan laki-laki. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Keduanya mengamanatkan dengan jelas 30 persen kuota untuk perempuan dalam partai politik. Selain itu pendidikan politik bagi perempuan pun terus ditingkatkan. Tetapi pada kenyataannya partisipasi politik perempuan di daerah cenderung lebih rendah.
Saat ini dibutuhkan tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di seluruh bidang pembangunan. Tindakan itu dapat berupa :
- meningkatkan taraf pendidikan dan akses serta kualitas kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan.
- meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik
- memperbesar akses terhadap berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan sehingga dapat pula meningkatkan akses taraf pendidikan, kondisi kesehatan, sumber daya dan kualitas hidup perempuan secara umum.
D. Tujuan 4: Menurunkan Kematian Anak
Kematian balita dan bayi. Pada tahun 1960, angka kematian bayi (AKB) masih sangat tinggi yaitu 216 per 1.000 kelahiran hidup. Dari tahun ke tahun, AKB ini cenderung membaik sebagai dampak positif dari pelaksanaan berbagai program di sektor kesehatan. Pada tahun 1992 AKB tercatat 68 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian menurun menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1994, turun lagi menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan pada tahun 2002-2003 penurunannya sudah mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Menurut proyeksi BPS (BPS-UNDP-Bappenas, 2005), pada tahun 2003 angka AKB terus membaik hingga mencapai 33,9 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan kecenderungan perkembangan pencapaian AKB secara nasional seperti ini, pencapaian target MDGs pada tahun 2015 diperkirakan sudah akan tercapai pada tahun 2013.
Terdapat tiga penyebab utama kematian bayi yang masih menjadi tantangan besar untuk diatasi. Ketiga hal tersebut adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA ), komplikasi perinatal, dan diare.
Solusi dan Penanggulangan :
Penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan salah satu prioritas pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak; serta perilaku ibu hamil, keluarga, serta masyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat. Maka dari itu, pemerintah melalui program yang bertujuan memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dan kelompok rentan di perdesaan dan wilayah terpencil, serta kantong-kantong kemiskinan di daerah perkotaan. Jaring Pengaman Sosial dan Program Kompensasi Pengurangan Susbsidi Bahan Bahan Minyak, yaitu dengan memberikan akses pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Akses ini meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dasar, pelayanan perbaikan gizi, revitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu), pemberantasan penyakit menular, dan revitalisasi kewaspadaan pangan dan gizi.Hal inilah yang merupakan salah satu strategi kunci untuk menurunkan angka kematian anak.
E. Tujuan 5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Dengan kondisi ini, pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit dicapai. BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDG pada tahun 2015 tersebut adalah 102. Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya.
Grafik menunjukkan bahwa “tingkat kematian ibu” telah turun dari 390 menjadi sekitar 307 per 100.000 kelahiran. Artinya, seorang perempuan yang memutuskan untuk mempunyai empat anak memiliki kemungkinan meninggal akibat kehamilannya sebesar 1,2%. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menggariskan bahwa batas usia minimal menikah untuk perempuan adalah 16 tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun, namun data Susenas 2006 menunjukkan bahwa 12,56 persen wanita berumur 10 tahun ke atas menikah pertama kali pada usia 15 tahun ke bawah. Sementara mereka yang menikah pertama kali pada usia 16 tahun (batas usia legal untuk menikah) hanya 9,84 persen. Pernikahan usia dini seperti ini berimplikasi pada peningkatan jumlah ibu melahirkan di usia yang sangat muda dan pada akhirnya meningkatkan risiko kematian ibu. Pernikahan dini ini juga menyebabkan perempuan terpaksa putus sekolah karena dia harus mengurus keluarga.
Solusi dan Penanggulangannya :
Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu prioritas pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2004-2009. Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan terutama diarahkan pada peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas puskesmas yang disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan. Dengan kebijakan ini, fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan makin dekat dan mudah terjangkau oleh masyarakat. Demikian pula cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana, terus ditingkatkan. Meningkatkan keselamatan ibu melahirkan merupakan tantangan yang sangat berat. Dengan kecenderungan seperti saat ini, target MDGs tidak akan tercapai. Peningkatan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin. Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin, upaya yang ditempuh adalah dengan pengembangan sistem jaminan kesehatan. Program Jaring Pengaman Sosial, yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin.
F. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria
HIV/AIDS pada penduduk usia 15-29 tahun diperkirakan masih di bawah 0,1 persen. Namun angka prevalensi pada sub-populasi perilaku beresiko telah melebihi 5 persen. Bahkan di Papua, HIV dan AIDS telah masuk pada populasi umum (usia 15-49 tahun) dengan prevalensi 2,4 persen. Epidemi AIDS sekarang telah terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari adanya laporan tentang kasus AIDS dari setiap provinsi. Jika pada tahun 2004 hanya 16 provinsi yang melaporkan adanya kasus AIDS, maka pada tahun 2007 AIDS telah dilaporkan di 32 provinsi. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkanjuga meningkat cukup tajam, yaitu dari 2.682 kasus pada tahun 2004, menjadi 10,384 kasus hingga akhir September 2007.
Untuk penyakit Malaria Kebanyakan orang yang menderita malaria tidak melaporkannya. Hanya sekitar 20% orang yang mencari pengobatan, dan survei terperinci hanya di daerah-daerah yang paling parah terkena dampak, biasanya di berbagai kabupaten kawasan Timur.
Solusi dan Penanggulangannya :
Saat ini upaya penanggulangannya masih terkonsentrasi pada kelompok perilaku beresiko seperti pengguna napza suntik, pekerja seks, dan pelanggan seks. Upaya pencegahan perlu diperluas, terutama untuk mencegah agar HIV tidak semakin menyebar pada populasi umum. Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di Indonesia keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini, namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional.
Untuk penyakit malaria pencegahannya bisa dimulai dari diri sendiri. Kita harus mengurangi jumlah tempat-tempat dimana nyamuk dapat berkembang biak – biasanya di sungai-sungai dan anak-anak sungai yang tidak beriak selama musim kemarau atau di cekungan-cekugan air hujan di hutan-hutan selama musim hujan. Kemudian kita perlu melindungi diri kita sendiri dari nyamuk dengan menyemprot rumah dengan insektisida.
- G. Tujuan 7 : Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Pembangunan di Indonesia telah banyak mengorbankan lingkungan alam. Kita menebang pohon, merusak lahan, membanjiri sungai-sungai dan jalur air serta atmosfer dengan lebih banyak polutan. Tujuan MDGs ketujuh adalah untuk menghalangi kerusakan ini. Melalui langkah ini coba telaah berapa banyak hutan Indonesia dikorbankan demi pembangunan. Jika ada data dari BPS menunjukkan bahwa selama periode 1997 hingga 2000, kita kehilangan 3,5 juta hektar hutan per tahun25, atau seluas propinsi Kalimantan Selatan..
Menurut Departemen Kehutanan, kita memiliki 127 juta hektar “kawasan hutan”, yaitu sekitar dua pertiga luas wilayah kita. Namun, selama periode 1997 hingga 2000, kita kehilangan 3,5 juta hektar hutan per tahun, atau seluas propinsi Kalimantan Selatan. Ini karena pembangunan di Indonesia telah banyak mengorbankan lingkungan alam. Kita menebang pohon, merusak lahan, membanjiri sungai-sungai dan jalur air serta atmosfer dengan lebih banyak polutan. Kita memiliki banyak sumber daya alam lain yang dengannya penduduk miskin bisa bertahan hidup, khususnya lautan yang menjadi lapangan pekerjaan bagi 3 juta orang. Kenyataannya, sumber daya kelautan di Indonesia juga telah terkena dampak penggundulan hutan. Bagaimana dengan sekarang? Kondisi ini menimbulkan masalah besar bagi penduduk yang menggantungkan penghidupan mereka pada hutan
Solusi dan Penanggulangannya :
Beberapa faktor penyebab penurunan luas tutupan hutan di Indonesia antara lain adalah kebakaran hutan dan lahan, perambahan hutan, pembalakan liar (illegal logging), konversi hutan, dan pengelolaan hutan yang tidak lestari. Pemerintah ke depan harus pula memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program negara serta mengakhiri kerusakan sumberdaya alam. Selain itu, kita juga harus menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses yang berkelanjutan terhadap air minum. Pemanfaatan pembangunan kehutanan dalam pembangunan nasional senantiasa diarahkan pada pencapaian optimalisasi manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu keberadaan hutan terus dipertahankan untuk menjamin pembangunan hutan secara berkelanjutan dengan menerapkan pengelolaan hutan secara lestari. Melalui upaya rehabilitasi hutan dan lahan mutlak dilakukan untuk mengurangi laju degradasi hutan dan lahan sehingga akan dapat mempertahankan daya dukung hutan dan lahan terhadap kehidupan.
H. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan
Tujuan MDGs terakhir ini, terkait dengan kerjasama internasional, yaitu menelaah isu-isu seperti perdagangan, bantuan dan utang internasional. Namun, dalam kenyataan, sebagian besar target dan indikator ditujukan untuk negara-negara maju agar membantu negara-negara termiskin dalam mencapai tujuan-tujuan MDGs lainnya
Salah satu target yang menjadi bagian tujuan ke-8 MDGs adalah ”lebih jauh mengembangkan sistem perdagangan dan keuangan yang terbuka, berbasis peraturan, mudah diperkirakan, dan tidak disriminatif. satu masalah besar dalam mencapai MDGs karena pengeluaran Indonesia saat ini, terlalu banyak dipakai untuk pembayaran kembali utang, sehingga tak cukup anggaran bagi kesehatan atau pendidikan.
Gambar 5 : Utang Pemerintah tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 (BPS)
Solusi dan Penanggulangannya :
Pada gambar diatas kita dapat melihat kepada siapa kita berutang. Hampir separuhnya merupakan utang dalam negeri, dari bank-bank yang menggunakannya sebagai modal. Sisanya, yaitu sekitar 67,7 milyar dollar, merupakan utang kepada lembaga-lembaga luar negeri. Sebagian diantaranya merupakan utang kepada para penyandang dana bilateral yang meminjamkan uang kepada kita sebagai bagian dari program bantuan mereka atau untuk membantu kita membeli sebagian ekspor mereka. Sisanya adalah utang kepada para penyandang dana “multilateral” seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia.Saat ini, Indonesia adalah negara berpenghasilan menengah sehingga tidak masuk kategori layak memperoleh penghapusan utang. sejumlah penyandang dana bilateral siap untuk menghapuskan sebagian utang kita jika kita membelanjakan jumlah yang sama untuk pembangunan. Jerman, misalnya, sepakat dengan Indonesia untuk menghapuskan utang bilateral bernilai sekitar 135 juta dollar AS jika pemerintah Indonesia menggunakan dana tersebut untuk proyek-proyek pendidikan dan lingkungan.\
Kesimpulan
Laporan Pencapaian MDGs Indonesia menemukan bahwa sejak tahun 2010 Indonesia telah mencapai berbagai target MDGs. Status pencapaian MDGs dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori: (a) target yang telah dicapai; (b) target yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat dicapai pada 2015; dan (c) target yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya. Suatu analisa kesenjangan (gap analysis) telah membantu menyusun jalur-jalur intervensi dan mengembangkan strategi serta aksi untuk menjawab tantangan-tantangan yang masih tersisa. Setelah berakhirnya kerangka kerja MDGs pada 2015, Indonesia akan terus mengarahkan sumber dayanya untuk meningkatkan kualitas kehidupan untuk penduduknya sebagai aset terbesar dalam sumber daya manusia.
Referensi :
Endah Murniningtyas-National Development Planning Agency dan Widyono – University of Indonesia, MDG INDONESIA: STATUS AND THE WAY FORWARD, (Presented at the UN-DESA UN-ESCAP MDG Workshop Bangkok, 20-22 August 2008)
Evaluasi Kebijakan Anggaran untuk Pencapaian MDGs”, Seknas Fitra, 2009
“Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia”, Bappenas-UNDP, 2007
“Menelusuri Anggaran Kesehatan Reproduksi dalam APBN dan APBD di Dua Provinsi dan Dua Kabupaten/Kota”, PKBI Jakarta, 2009
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Millennium Development Goals [Lets Speak Out for MDGs)
Siaran pers IMA Bali 2011-Indonesia Millennium Development Goal Awards 2011 “Beraksi untuk Negeri”
World Bank, 2007. Spending for Development: Making the Most of Indonesia’s New Opportunities. Indonesia Public Expenditure Review 2007, Jakarta, World Bank.
- C. Tujuan 3 : Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Memahami Definisi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi di Indonesia
oleh: lailul Marum
- Apa Definisi dari Pembangunan?
Menurut Jakob Oetama Pembangunan ialah usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Apapun usaha yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat masuk dalam kategori pembangunan. Namun, salah satu pendiri Koran harian KOMPAS ini menambahkan bahwa dalam proses pembangunan terdapat unsur heroisme, unsur konflic, unsur frustasi, unsurromantic, dan unsur human yang mendalam. Jadi dalam mencapai development goals yang sesuai dengan harapan perlu adanya rencana dan rancangan pembangunan yang jelas.
Jangan sampai terjadi ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan hal-hal yang dapat menghambat pembangunan. Contoh kecilnya seperti rasa pesimis masyarakat atas kemampuan Negara dalam mencapai kemajuan atau misalnya juga adanya konflik yang dapat menjadikan pembangunan Negara terbengkalai.
Menurut pandangan Schumpeter (Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi ini disebabkan oleh perubahan, terutama dalam lapangan industri dan perdagangan.
Pembangunan ekonomi juga berkaitan erat dengan pendapatan per kapita dan pendapatan nasional. Pendapatan per kapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Dengan bahasa yang berbeda, Boediono (1999:8) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Jadi pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono (1999:1-2) menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output per kapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan juga. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
- Apa Tujuan dari Pembangunan?
Menurut MP Todaro Tujuan Inti Pembangunan adalah tiga hal dibawah ini.
- Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok,
- Peningkatan Standar hidup,
- Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi semual apisan masyarakat.
Selain itu ada kaitan antara tujuan pembangunan ekonomi dan tujuan pembangunan nasional dengan dimensi jangka waktu pendek dan panjang yaitu:
- Tujuan pembangunan ekonomi jangka pendek yang berhubungan dengan tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan berikutnya.
- Tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib,dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dandamai. Pada tahap awal pembangunan dititikberatkan pada bidang ekonomi dengan harapanakan berpengaruh pada bidang lain.
- Apa Perbedaan Antara Pertumbuhan dan Pembangunan?
Menurut Sadono Sukirno (1996:33), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memilik ide finisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indicator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi memiliki criteria yang lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa perbedaan yang menunjukkan bahwa pembangunan lebih diharapkan dari sekedar pertumbuhan ekonomi diantaranya yaitu:
- Pembangunan merupakan proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan termasuk usaha meningkatkan produk per kapita.
- Pembangunan memperhatikan pemerataan pendapatan termasuk pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
- Pembangunan memperhatikan pertambahan penduduk.
- Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
- Pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi.
- Setiap input selain menghasilkan output yang lebih banyak juga terjadi perubahan – perubahan kelembagaan dan pengetahuan teknik.
- Menurut Anda Apakah Pembangunan Indonesia Sudah “On The Right Track”? Dan Siapakah Yang Berperan dalam Pembangunan Indonesia?
Pembangunan Nasional saat ini masih bersifat jangka pendek dan relative belum terselesaikan dengan kompleksitas permasalahan yang ada. Permasalahan ini mungkin cukup sulit untuk diselesaikan. Pergantian pemimpin merupakan salah satu penyebabnya. Setelah habis masa periode kepemimpinan, banyak terjadi pemimpin-pemimpin baru baik pusat maupun daerah-daerah tidak melanjutkan pembangunan yang telah disusun dan direncanakan oleh pemimpin sebelumnya. Padahal pembangunan Indonesia memerlukan keterpaduan kebijakan di bidang ekonomi, politik, dan hukum yang efektif. Selainitu, juga sangat dibutuhkan kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan konsistendari waktu ke waktu.
Terlepas dari kelemahan itu semua, Pembangunan ekonomi Indonesia bias dikatakan semakin membaik dengan melihat pada pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan kedua tahun 2012. Dari data statistik yang dipublikasikan oleh BPS menyatakan bahwa PDB September 2012 mencapai 2,8 % dibandingkan dengan triwulan-I di tahun yang sama. Dan apabila dibandingkan dengan tahun yang lalu di triwulan yang sama mengalami pertumbuhan 6,4%. Jadi secara kumulatif, perekonomian Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2012 tumbuh sebesar 6,3%.
Dari Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi edisi 28 Bulan September 2012 yang sudah diedarkan itu menunjukkan membaiknya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dalam setahun terakhir yakni mulai Februari 2011-Februari 2012 jumlah penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan bertambah 1,5juta. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun ini sebesar 6,32%. Sedangkan tingkat kemiskinan dapat ditekan hingga sebesar 11,96% (29,13 juta) yang pada periode sebelumnya sebesar 12,49% (30,02 juta) berarti turun sekitar 0,89%.
Pengangguran Terbuka*) Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2009, 2010, dan 2011
*)Mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, sudah punya.
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, 2010, dan 2011
Dari data-data diatas menandakan bahwa pembangunan Indonesia cendrung membaik, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemajuan yang telah dicapai dan memperbaiki sistem pemerintahan yang cendrung menjadikan pembangunan Indonesia mengalami kendala. Diharapkan adanya partisipasi semua kalangan baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk berperan dalam segala aspek pembangunan, bukan hanyasistem ekonomi namun juga sosial, politik, hukum, dan tata nilai serta norma yang juga merupakan unsur berpengaruh terhadap pembangunan negeri ini.



































Tidak ada komentar:
Posting Komentar